Oleh: Fauzi Ramadhan dan Ristiana D. Putri
KOMPAS.com - “Kalau kita melihat anak kita kecewa, marah, nangis, dan takut, dan dia jadi tantrum. Kita jangan sampai bilang, ‘Gitu aja marah sih, gitu aja nangis sih’, tapi kita akui perasaannya,” —Damar Wahyu Wijayanti
Berbeda dengan orang dewasa, anak-anak masih belum mampu memahami emosi yang mereka rasakan. Tak heran jika mereka kerap meluapkan emosinya lewat tangisan atau kemarahan yang meledak-ledak alias tantrum.
Jika orangtua tidak segera menanganinya, dikhawatirkan luapan emosi ini dapat menyakiti diri mereka sendiri dan orang-orang di sekitarnya. Lantas, bagaimana cara untuk mengajarkan, melatih, dan membimbingnya? Apakah orangtua harus marah atau justru berbicara baik-baik kepada anak?
Melalui episode siniar (podcast) Obrolan Meja Makan bertajuk “Melatih Anak Mengelola Emosi”, Damar Wahyu Wijayanti, Co-Founder Good Enough Parents dan Montessori & Certified Positive Discipline Parents Educator, akan membagikan kiat-kiat bagaimana orangtua dapat membantu anak memahami dan mengelola emosi.
Dalam siniar tersebut, Damar mengatakan bahwa waktu yang tepat untuk mengajarkan anak tentang emosinya adalah sejak dini.
“Diajarkan sejak dini dengan cara misalnya setiap kali dia merasakan sesuatu, (maka) kita akui perasaannya, bukan kita tolak. Kita bantu namai, nah (dari situ) dia punya keterampilan untuk mengenal dan mengelola emosinya sejak dini,” ungkap Damar.
“Mereka (memang) membutuhkan bantuan untuk koregulasi atau bantuan meregulasi emosinya ketika mendekati usia dua tahun, pas di usia-usia tantrum,” tambahnya.
Damar kemudian menjelaskan ciri-ciri anak usia dua tahun yang akan mengalami gejala tantrum sehingga orangtua dapat lebih siap menghadapinya.
Baca juga: Pentingnya Kemampuan Anak dalam Memecahkan Masalah
Salah satunya adalah kebiasaan tenang, menyenangkan, dan menggemaskan yang tiba-tiba berubah menjadi kemarahan, ketakutan, atau tangis karena suatu kesalahan kecil. Mayoritas penyebabnya pun karena keinginan anak tidak dipenuhi atau lelah sehabis bermain.
“Anak ini akan nangis, teriak, dan marah-marah. Bahkan (bisa saja) sampai guling-guling hingga melukai diri, seperti melempar badan ke belakang atau menggigit orang yang berusaha membantu dia,” terang Damar.
Damar menegaskan bahwa tantrum ini merupakan hal yang wajar terjadi pada anak. Sebab, mereka sudah mulai bisa merasakan emosi, tetapi minim kemampuan untuk mengelolanya.
“(Oleh karena itu), justru sejak dini lah (orangtua harus) melakukan pengajaran emosi pada anak-anak,” tegasnya.
Lantas, bagaimana caranya melakukan pengajaran emosi pada anak? Berikut teknik-teknik yang dianjurkan oleh Damar.
“Dalam positive discipline, terdapat teknik Three A’s of Angers atau tiga “A” untuk amarah,” ungkapnya.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.