Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasangan Punya Fetish terhadap Kaki, Wajar atau Tidak?

Kompas.com - 06/08/2022, 08:30 WIB
Yefta Christopherus Asia Sanjaya,
Sekar Langit Nariswari

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kaki merupakan salah satu objek fetish yang menyebabkan sebagian orang mendapatkan kepuasan secara seksual.

Orang dengan kecenderungan tersebut dapat terangsang apabila melihat kaki pasangan atau orang lain yang dianggap indah, sepatu hak tinggi, bahkan aroma kaki.

Mempunyai fetish dalam urusan ranjang sebenarnya merupakan hal yang lumrah, baik untuk orang yang masih lajang atau sudah berpasangan.

Akan tetapi pandangan orang-orang tertentu terhadap objek fetish, seperti kaki, dianggap sebagai penyimpangan.

Baca juga: Hakim Disebut Abaikan Pasal Ancaman, Jaksa Kasus Fetish Kain Jarik Ajukan Banding

Lantas, apakah benar fetish terhadap kaki merupakan bentuk ketertarikan seksual yang abnormal?

Apa itu fetish?

Sebelum menilai apakah pemujaan terhadap kaki atau disebut juga foot fetish normal atau tidak, ketahui dulu apa itu fetish.

Dilansir dari Psychology Today, fetish sebenarnya berasal dari kata feitico yang dalam bahasa Portugis mempunyai arti daya tarik obsesif.

Fetish menyebabkan orang-orang terangsang terhadap objek tertentu, seperti bagian tubuh atau benda mati.

Untuk mendapatkan "sensasi" tersebut, orang-orang dapat memegang, menggosok, merasakan, dan mencium objek yang disukainya itu.

Baca juga: Kendall Jenner Pamer Kaki Jenjang di Pesta Piala Oscar

Jika tidak, mereka dapat meminta pasangannya untuk memakai objek, seperti pakaian dalam, yang dijadikan sebagai fetish selama berhubungan seksual.

Dalam hal ini fetish terhadap benda mati dibagi menjadi dua jenis, yakni form fetish dan media fetish.

Orang dengan form fetish menganggap bentuk objek merupakan hal yang penting, misalnya saja sepatu hak tinggi.

Sementara itu, orang dengan media fetish lebih berfokus pada bahan objek, seperti sutera atau kulit.

Gangguan fetish

Ilustrasi fetishB-D-S Piotr Machinski Ilustrasi fetish
Meski lumrah untuk memiliki fetish, ketertarikan seksual ini dapat mendatangkan kerugian apabila sudah berlebihan.

Hal yang awalnya bertujuan merangsang dapat berkembang menjadi gangguan yang mengganggu kehidupan pribadi, pekerjaan, maupun asmara.

Gangguan fetish merupakan penggunaan atau ketergantungan secara berkelanjutan dan berulang pada benda mati untuk mencapai gairah seksual.

Itu terungkap dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi ke-5 atau DSM-5.

Baca juga: Kasus Fetish Kain Jarik Dianggap Gangguan Parafilia, Apa Itu?

Karena fetish terjadi pada banyak orang dan berkembang secara normal, diagnosis gangguan ini tidak bisa dilakukan sembarangan.

Diagnosis dapat diberikan jika ada tekanan pribadi yang menyertai atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, dan bidang kehidupan lainnya.

Di sisi lain, fetish bisa dikategorikan sebagai gangguan apabila mereka yang mengalaminya tidak mendapat kepuasan seksual tanpa objek fetish.

Gejala gangguan fetish

Orang dengan gangguan fetish hanya terangsang secara seksual dan orgasme jika menggunakan objeknya.

Bahkan, tidak menutup kemungkinan mereka merasa malu karena tertekan akibat ketidakmampuan terangsang tanpa objek yang dipuja itu..

Menurut DSM-5, ada sejumlah kriteria diagnostik untuk gangguan tersebut. Berikut di antaranya:

  • Punya fantasi, dorongan, atau perilaku untuk membangkitkan gairal seksual secara berulang, mendesak, perilaku dengan benda mati, atau fokus spesifik pada bagian tubuh non-sensual dalam waktu enam bulan
  • Fantasi, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan signifikan bahkan mengganggu fungsi sosial, pekerjaan, dan pribadi
  • Objek fetish bukan barang yang digunakan dalam cross-dressing (pakaian lawan jenis) dan tidak dirancang untuk menstimulasi, seperti vibrator.

Penyebab gangguan fetish

Dilansir dari LM Psikologi UGM, sebenarnya belum ada penyebab yang pasti di balik munculnya gangguan fetish.

Namun, ada dua teori yang kemungkinan mendasari kemunculannya yakni perspektif psikoanalisis dan faktor behavioral.

Perspektif psikoanalisis merupakan penyimpangan dari yang normal dan berkaitan dengan distori paranoid pada gambaran awal orangtua, terutama ibu.

Baca juga: Dokter Kejiwaan Sebut Fetish Bukan Penyakit

Sementara faktor behavioral menjelaskan, anak menjadi pengamat perilaku seksual tidak pantas dan mereka belajar meniru perilaku ini ke depannya.

Selain keduanya, fetish bisa terbentuk ketika orang mengasosiasikan sebuah objek dengan gairah seksual.

Itu bisa terjadi apabila objek secara berturut-turut hadir sebelum adanya sexual arousal -disfungsi seksual.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com