Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agnes Setyowati
Akademisi

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Meraih gelar doktor Ilmu Susastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Aktif sebagai tim redaksi Jurnal Wahana FISIB Universitas Pakuan, Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat  Bogor, dan anggota Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara). Meminati penelitian di bidang representasi identitas dan kajian budaya.

Stoikisme: Menciptakan Kebahagiaan dari Hal yang Bisa Kita Kendalikan

Kompas.com - 29/08/2022, 08:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Aliran ini juga dikenal luas di era Romawi dan memengaruhi beberapa filsuf/pemikir besar seperti Montaigne, Kant, Nietzsche, dan Deluze.

Dalam konteks masa kini, Stoikisme bisa dikatakan menarik banyak perhatian masyarakat dunia karena ajaran Stoik dipraktikan oleh banyak kalangan masyarakat khususnya generasi muda hingga petinggi perusahaan raksasa seperti Google dan Apple.

Nellie Bowles di New York Times, menuliskan bahwa para petinggi Silicon Valley melakukan hal-hal yang tidak wajar dalam keseharian mereka, seperti duduk di kursi yang tidak nyaman, meditasi dalam waktu yang lama, bahkan mandi di pagi hari yang sangat dingin.

Mereka mencoba tidak terganggu (apatheia) dari hal-hal eksternal dan uniknya, praktik ini bahkan sudah menjadi semacam budaya dan gaya hidup mereka.

Rutinitas kerja dan hidup harian yang penuh tuntutan membuat mereka terlena. Oleh karena itu mereka melakukan itu semua supaya terhindar dari stres yang berpotensi membuat mereka tidak bahagia.

Menurut Sellars (2006), Stoikisme berpandangan bahwa manusia adalah mahluk yang rasional (thoroughly rational animal) dan emosi yang destruktif sebenarnya adalah dampak dari kesalahan dalam penalaran (reasoning) manusia terhadap hal-hal yang dialaminya.

Sementara itu dalam pemaknaan yang lebih kontemporer, Stoikisme kerap diasosiasikan dengan ketenangan tidak emosional dan kesabaran dalam menghadapi kesengsaraan.

A. Setyo Wibowo, 2019, dalam buku Ataraxia: Bahagia Menurut Stoikisme menuliskan bahwa menurut Stoikisme manusia bisa mendapatkan kebahagiaan dengan menerima apa yang terjadi kepada dirinya, namun dengan tidak membiarkan emosi negatif mengendalikan dirinya dan semua hal yang ada di dunia ini merupakan rencana alam semesta.

Kebahagiaan, kesedihan, perjumpaan, perpisahan, kematian, kehilangan, kemenangan, dan kekalahan adalah hal yang sangat lumrah terjadi dalam hidup dan pasti dialami oleh semua insan yang hidup.

Dalam Stoikisme, manusia perlu sadar bahwa ia, hewan, tumbuhan dan benda-benda lainnya adalah bagian sekaligus kesatuan dari alam semesta. Oleh karena itu manusia juga harus mampu menyelaraskan diri dengan alam semesta untuk mencapai kebahagiaan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com