Oleh: Zen Wisa Sartre dan Fandhi Gautama
KOMPAS.com - Pandemi memaksa kita untuk mengubah cara berinteraksi. Mau tidak mau adanya jarak antarmanusia mengakibatkan munculnya perasaan kesepian.
Akan tetapi, perasaan kesepian bukan hanya diakibatkan oleh pandemi, melainkan juga terjadi kala kita berada di keramaian.
Tentu perasaan kesepian tidaklah mengenakkan, sebab kita akan mulai mempertanyakan diri yang bisa memunculkan pikiran-pikiran negatif.
Arvan Pradiansyah, seorang motivator Indonesia dan CEO Institute for Leadership, dalam siniar Smart Inspiration yang bertajuk “Antara Sepi dan Merayakan Kesepian” memaparkan cara menerima kesepian hingga kita bisa hidup dengan lebih positif.
Dilansir verywellmind, perasaan kesepian bersifat universal, kompleks, dan unik untuk setiap individu.
Sebagai contoh, anak-anak yang kesepian karena tidak memiliki teman berbeda dengan orang dewasa yang kesepian karena kurangnya validasi perasaan dari pasangan.
Mereka yang kesepian akan cenderung merasa kosong, bahkan berpikir bahwa keberadaan dirinya tidak diinginkan. Tak hanya itu, mereka kerap mendambakan adanya afirmasi dan interaksi dari pihak lain.
Namun, hal ini bermula dari keadaan pikiran negatif yang menyebabkan mereka sulit menjalin hubungan dengan orang lain. Itu sebabnya, kesepian tidak selalu berarti sendirian. Kesepian lebih merujuk kepada keadaan pikiran dan perasaan.
Baca juga: Manfaat Lidah Buaya dan Cara Menggunakannya
Kesepian dapat berdampak buruk bagi kesehatan mental dan fisik. Sebenarnya, merasa kesepian sendiri bukanlah masalah kesehatan mental, meskipun keduanya saling berkaitan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.