Faktanya, tulisan yang dimuat di Los Angeles Times menyatakan jika orang kaya memiliki peluang lebih tinggi untuk tidak merasa bahagia.
Hal ini mengacu pada salah satu riset rumah tangga di AS yang mengatakan jika orang dengan aset lebih dari 10 juta dollar AS, senilai Rp148 miliar, terbukti tidak bahagia.
Mereka bahkan mengeluh jika hartanya menciptakan lebih banyak masalah daripada kepuasan.
Sepertiga lainnya menegaskan bahwa mereka terus-menerus khawatir tentang memiliki cukup uang.
Untuk merasa lebih aman, para responden di semua kategori kekayaan, merasa perlu memiliki harta dua kali lipat dibandingkan yang sudah mereka miliki.
Baca juga: Mengulik Sisi Psikologis Kebiasaan Pamer Harta dan Pencapaian Diri
Artinya, kebahagiaan lebih bersifat emosional dan psikologis daripada finansial belaka.
Tidak ada jumlah kekayaan yang dapat mengubah pikiran yang tidak disadari dan tertanam kuat yang mungkin dimiliki seseorang tentang diri mereka sendiri, terkait soal rasa bahagia.
Selain itu, riset tahun 2010 di Universitas Princeton membuktikan orang dengan penghasilan 75.000 dollar AS per tahun mewakili pendapatan yang ideal, yang berarti bahwa hal itu paling erat kaitannya dengan kepuasan finansial dan kesejahteraan emosional individu.
Namun, penghasilan yang lebih tinggi dari batas tersebut tidak memberikan perbedaan signifikan dalam tingkat kebahagiaanya.
Hanya saja penghasilan kurang dari 75.000 dollar AS disamakan dengan tingkat kebahagiaan yang lebih rendah dan tingkat stres, kekecewaan, dan kesedihan yang lebih tinggi.
Baca juga: Flexing, Tren Pamer Harta demi Gengsi dan Status Sosial
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.