Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/09/2022, 16:30 WIB
Ryan Sara Pratiwi,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kunyit merupakan rempah-rempah yang tidak hanya dikenal dapat menambahkan warna dan rasa pada makanan, tetapi juga mengandung banyak nutrisi.

Tanaman yang memiliki nama ilmiah curcuma longa ini bahkan mengandung senyawa aktif kurkuminoid yang sangat bermanfaat bagi kesehatan. 

Sebuah tinjauan yang diterbitkan dalam AAPS Journal pada Januari 2013 menyatakan, kurkumin memiliki efek hipoglikemik, antioksidan, antimikroba dan antiinflamasi. 

Dalam uji klinis, berbagai kandungan tersebut terbukti efektif dalam pengobatan tukak lambung, psoriasis, vitiligo, diabetes, aterosklerosis, penyakit radang usus, hingga kanker. 

Baca juga: Manfaat Kunyit untuk Rambut dan Cara Menggunakannya

Penelitian lain juga menemukan, kurkumin di dalam kunyit dapat meningkatkan kesehatan pencernaan dan mengatasi masalah pada ginjal.

Kurkumin dan penyakit ginjal kronis

Seperti dikutip dari Live Strong, kurkumin dapat menunda perkembangan penyakit ginjal kronis, meskipun penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mengonfirmasi temuan ini. 

Dalam sebuah uji klinis kecil yang telah dipublikasikan dalam Journal of Renal Nutrition pada Januari 2012 memberikan kurkumin pada 24 pasien dengan lupus nephritis, atau peradangan ginjal yang disebabkan oleh lupus.

Hasilnya pun menunjukkan, kurkumin dapat mengurangi tekanan darah sistolik, kelebihan protein dalam urin, dan hematuria (darah dalam urin) hanya dalam waktu tiga bulan pengobatan. 

Baca juga: 6 Khasiat Kunyit Putih untuk Atasi Masalah Pencernaan hingga Kanker

Selain itu, menurut ulasan Desember 2016 dalam Journal of Renal Endocrinology, rempah-rempah ini diketahui mampu menurunkan penanda inflamasi tertentu pada pasien hemodialisis, meningkatkan lipid darah, dan mengurangi risiko penyakit ginjal yang lebih parah.

Para peneliti pun mengaitkan manfaat kesehatan potensial ini dengan efek antioksidan dan antiinflamasi. 

Namun, sekali lagi, masih diperlukan lebih banyak penelitian berskala besar untuk mengevaluasi keefektifannya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com