Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Medio by KG Media
Siniar KG Media

Saat ini, aktivitas mendengarkan siniar (podcast) menjadi aktivitas ke-4 terfavorit dengan dominasi pendengar usia 18-35 tahun. Topik spesifik serta kontrol waktu dan tempat di tangan pendengar, memungkinkan pendengar untuk melakukan beberapa aktivitas sekaligus, menjadi nilai tambah dibanding medium lain.

Medio yang merupakan jaringan KG Media, hadir memberikan nilai tambah bagi ranah edukasi melalui konten audio yang berkualitas, yang dapat didengarkan kapan pun dan di mana pun. Kami akan membahas lebih mendalam setiap episode dari channel siniar yang belum terbahas pada episode tersebut.

Info dan kolaborasi: podcast@kgmedia.id

Dampak Psikologis Memaki Anak

Kompas.com - 13/09/2022, 13:19 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Alifia Riski Monika dan Ikko Anata

KOMPAS.com - Sering kali orangtua lepas kendali atau hilang kesabaran kemudian memaki anak, terlebih jika dalam keadaan lelah dan stres. Saat anak berkelakuan tidak baik, ada sebagian orangtua yang justru berteriak atau memaki sang anak.

Salah satu alasan mengapa orangtua berteriak karena merasa kewalahan dan tersulut emosinya. Sayangnya, hal itu jarang menyelesaikan situasi.

Mungkin awalnya anak akan patuh untuk sementara waktu. Akan tetapi, hal itu tidak akan membuat mereka memperbaiki perilaku atau sikap tersebut. Itu sebabnya, orangtua harus mengelola emosi agar anak tak lantas menjadi sasaran empuk kemarahannya.

Psikolog klinis, Phebe Illenia Suryadinata, dalam siniar Anyaman Jiwa bertajuk “Efek Psikologis Memaki Anak” mengupas dampak yang dirasakan anak ketika orangtua tidak bisa mengontrol emosinya dengan baik.

“Memang nggak gampang mengelola emosi, terlebih saat stres atau lelah. Cara mengatasinya adalah mengenali emosi negatif yang muncul dan cari tahu penyebabnya, agar bisa tahu cara menenangkan diri,” ujar Phebe.

Terkadang kita lupa untuk meninggalkan permasalahan yang terjadi di luar rumah sehingga terbawa ke dalam rumah. Padahal, hal ini bisa menjadi salah satu cara untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, seperti emosi memuncak di depan anak.

Phebe menegaskan jika orangtua harus menjadi panutan bagi sang anak. Jika orangtua mudah emosi, lambat laun anak akan menirunya. Namun, bukan berarti orangtua tidak bisa menegur anak jika ia salah.

Baca juga: Alasan Kenapa Orangtua Tak Seharusnya Membandingkan Anak

“Bedakan antara emosi karena stres atau bersikap tegas untuk mendidik sang anak,” ujar Phebe.

Orangtua juga perlu tegas dalam mendidik anak dalam arti menuntun anak menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Perlu diingat juga orangtua tidak perlu mengomentari semua hal tentang anak karena akan membuat dirinya merasa dikritik terus.

Phebe mengatakan, jika kita terus menerus mengomentari bahkan memaki anak, ada beberapa dampak yang bisa terjadi.

Pertama, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang takut karena kerap mendapat kritikan yang pedas. Oleh karenanya, potensi anak menjadi tidak berkembang.

Kedua, berpotensi depresi atau gangguan mental lainnya. Mereka akan merasa tidak berharga, sedih, atau kecewa sehingga lambat laun akan berpotensi mengalami depresi.

Ketiga, mencontoh tindakan orangtua. Anak bisa jadi sosok yang agresif karena menganggap marah adalah sesuatu yang dianggap normal di rumah.

Efek Orangtua yang Suka Berteriak

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa berteriak membuat anak-anak lebih agresif, secara fisik dan verbal. Berteriak secara umum, apapun konteksnya, adalah ekspresi kemarahan.

Hal ini membuat anak takut dan merasa tidak aman. Bahkan, teriakan yang disertai ejekan dan hinaan secara verbal dapat dikualifikasikan sebagai pelecehan emosional.

Di sisi lain, memberikan umpan balik dengan tenang bisa membuat anak-anak merasa dicintai dan diterima meskipun perilakunya buruk.

Mengapa Orangtua Suka Berteriak?

Singkatnya karena orangtua merasa kewalahan atau marah hingga akhirnya mereka meninggikan suara.

Pada beberapa situasi, berteriak mungkin bisa menenangkan anak dan membuat mereka patuh untuk sementara waktu. Akan tetapi, hal ini tidak akan membuat mereka memperbaiki perilaku atau sikap mereka.

Apa yang Harus Dilakukan untuk Mencegah Berteriak?

Tidak peduli seberapa bagus strategi untuk mencegah teriakan, terkadang orangtua akan meninggikan suara. Tidak apa-apa.

Baca juga: Ajarkan Anak Menggosok Gigi dengan Benar

Akui dan minta maaf karena anak-anak juga akan belajar satu hal penting: Kita semua membuat kesalahan dan perlu meminta maaf.

Jika anak berteriak, ingatkan mereka tentang batasan dan bagaimana berteriak bukanlah cara komunikasi yang dapat diterima. Mereka perlu tahu bahwa kita siap mendengarkan selama mereka menunjukkan perasaan itu dengan benar

Ajarkan juga bahwa memahami kesalahan, baik yang dilakukan mereka atau orang lain, adalah hal baik. Selain itu, ingatkan kalau memaafkan adalah alat penting untuk komunikasi yang sehat dalam keluarga.

Episode “Efek Psikologis Memaki Anak” juga bisa kamu dengarkan melalui tautan berikut https://dik.si/anjiw_memakianak.

Ingin dengar lebih banyak cerita, fakta, atau pengetahuan seputar kesehatan mental? Ikuti terus siniar Anyaman Jiwa di Spotify agar kamu terinfo tiap ada episode terbaru.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com