Oleh: Inge Shafa Sekarningrum dan Ikko Anata
KOMPAS.com - Sebagian besar orang menyebut bahwa masa lalu adalah bagian dari tiap manusia. Baik itu masa lalu yang kelam dan bahagia.
Masa lalu akan senantiasa tumbuh dan kita tidak bisa melupakannya begitu saja. Sayangnya, sebagian orang mungkin masih kesulitan untuk berdamai dengan masa lalu.
Kesulitan untuk menerima itulah yang akan menyebabkan seseorang merasa cemas, sulit untuk fokus ke masa depan, hingga berujung depresi.
Pada episode spesial drama audio siniar Anyaman Jiwa bertajuk “Kisah Anya & Adji: Aku, Kamu, dan “Dia” diceritakan bagaimana Laura masih hidup dalam bayang-bayang masa lalu hingga dirinya merasakan depresi berat.
Agar tak berlarut-larut, dilansir dari Psychology Today, berikut cara agar kita dapat berdamai dengan masa lalu.
Meskipun kita tidak bisa mengubah masa lalu, tapi mengapa kita terus memikirkan hal itu?
Mengingat kembali kenangan sedih akan membuat kita merasa seperti hamster di dalam roda. Seberapa keras berusaha, kita tidak akan bergerak maju.
Justru, kita akan terjebak pada satu titik hingga akhirnya lupa akan masa depan.
Memori sedih dan kejadian kelam memang tidak akan hilang dari ingatan, namun kita dapat menjadikannya sebuah pembelajaran.
Baca juga: Dampak Psikologis Memaki Anak
Mengakui dan belajar dari kesalahan akan membuat kita dapat memaafkan diri sendiri dan menerima masa lalu.
Jangan membiasakan diri untuk merenungkan hal-hal yang tidak perlu.
Itu akan membuat pikiran kita tanpa sadar kembali pada kejadian yang sudah terjadi, lalu berujung menyalahkan diri sendiri. Beberapa hal di bawah ini mungkin bisa membantu kamu untuk berhenti merenung.
Setiap orang pernah terluka. Setiap orang pernah merasa kecewa. Namun, ada yang memilih untuk tidak menyuarakan lukanya.
Itu sebabnya, menerima apa yang sudah terjadi lebih baik daripada menyalahkan masa lalu. Pasalnya, membuat skenario seolah-olah membuat diri kita menjadi pahlawan tidak akan membuat hidup tenang.