"Misalnya, kosakata yang digunakan oleh remaja pada 1970-an, yang pada saat itu disebut bahasa prokem, seperti gokil (gila), mokal (malu), atau rokum (rumah)," sambung Ganjar.
Ia menjelaskan, kata-kata tersebut awalnya digunakan sebagai bahasa sandi untuk merahasiakan obrolan dalam komunitas tertentu.
Namun, dikatakan Ganjar, kata-kata tersebut lama-kelamaan menjadi bahasa sehari-hari dan dikenal banyak orang.
"Pada tahun 2000-an hingga sekarang, bahasa semacam itu lebih bervariasi dan cepat menjadi populer, bahkan di kalangan kanak-kanak," terang Ganjar.
"Seperti kata ciyus (serius), galau (resah), hoax (bohong, berita palsu), miapah (demi apa), kepo (selalu ingin tahu), peres (palsu, pura-pura), woles (santai), atau rempong (repot)," sambungnya.
Meski ada banyak bahasa gaul yang viral di media sosial, belum tentu bahasa ini bisa diterima oleh semua orang, termasuk slebew.
Sebab, beberapa kata memiliki makna tersendiri, kamu sebaiknya berhati-hati ketika mengucapkannya.
Baca juga: Remaja Citayam Fashion Week Ditunggangi demi Popularitas? Ini Kata Sosiolog UI
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.