Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/09/2022, 09:00 WIB
Yefta Christopherus Asia Sanjaya,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ular adalah kelompok reptilia tanpa kaki yang bergerak dengan cara melata menggunakan perutnya.

Ular juga memiliki kemampuan memanjat batang pohon dan bergerak di ranting atau dahan pohon dengan cara melilitkan tubuhnya.

Akan tetapi, beda halnya dengan anggapan sebagian masyarakat di Papua yang menyebutkan ada ular berkaki empat yang hidup di Bumi Cendrawasih.

Ular itu dipercaya masyarakat setempat memiliki bisa yang benar-benar mematikan sehingga keberadaannya begitu ditakuti.

Lantas, benarkah ada ular berkaki empat di Papua yang sangat berbahaya? Cek faktanya berikut ini.

Apa itu ular berkaki empat?

Ular berkaki empat yang dimaksud masyarakat Papua sebenarnya bukanlah ular sungguhan seperti yang selama ini kita tahu.

Ular berkaki empat asal Papua yang selama ini ditakuti ternyata adalah kadal panana atau Tiliqua gigas evanescens.

Spesies kadal tersebut juga diberi nama blue tongue lizard, kadal lidah biru, alias bengkarung lidah biru.

Nah, binatang yang satu ini berasal dari genus Tiliqua yang merupakan kelompok bengkarung dengan ciri khas tubuh gemuk.

Kadal panana dapat dikenali dari bentuk kepala, sisik, dan motif pada tubuhnya yang menyerupai ular.

Tidak hanya itu, kadal panana memiliki warna cokelat-hitam dengan garis putih pada tubuhnya. Warna putih juga dapat ditemukan pada ekornya.

Sementara, ciri utama yang dapat dikenali dari kadal panana adalah lidahnya yang berwarna biru.

Lidah spesies kadal tersebut dapat menjulur keluar layaknya ular -sehingga dianggap masyarakat Papua sebagai ular sungguhan.

Warna pada lidah itulah yang membuat kadal panana dijuluki sebagai kadal lidah biru.

Baca juga: 10 Jenis Ular Berbisa yang Ada di Indonesia

Klasifikasi

Apabila dilihat dari klasifikasinya, kadal panana termasuk:

  • Kerajaan: Animalia
  • Filum: Chordata
  • Kelas: Reptilia
  • Ordo: Squamata
  • Famili: Scincidae.

Penyebab kadal panana ditakuti

ilustrasi ular death adder ilustrasi ular death adder
Selama ini beredar cerita bahwa ular berkaki empat Papua --yang tidak lain adalah kadal panana-- adalah hewan yang berbisa.

Orang yang tergigit hewan tersebut dikatakan bisa tewas dalam hitungan menit. Mengapa muncul cerita tersebut?

Salah satu teori menyebutkan bahwa hewan yang menggigit seseorang sampai tewas sebenarnya bukan kadal panana, melainkan ular yang memang sangat berbisa: Taipan papua.

Taipan adalah ular yang dikenal sangat mematikan dan hidup di Papua, Australia dan daerah sekitarnya.

Bentuk kepala dan sisik ular ini terlihat mirip kadal panana, meski lidahnya justru tidak berwarna biru.

Dugaan lainnya adalah orang salah melihat death adder --ular Papua lain yang berbisa-- sebagai kadal panana.

Death adder bisa menyuntikkan sekitar 40-100 miligram (mg) racun saraf, dan gigitannya dapat menyebabkan kelumpuhan dan kematian hanya dalam waktu 6 jam yang berakibat pada kegagalan fungsi pernapasan.

Karena bentuk kepala yang mirip dengan kadal panana, baik ular taipan maupun death adder sering keliru dianggap si "ular berkaki empat" itu.

Bisa jadi itulah yang memunculkan anggapan dan cerita soal ular berkaki empat Papua yang mematikan.

Baca juga: 10 Spesies Ular Terbesar di Dunia, Siapa Juaranya?

Habitat

Meski disebut sebagai ular berkaki empat, faktanya kadal panana punya kekerabatan yang dekat dengan kadal berlidah biru yang berasal dari Timur.

Reptil yang satu ini mempunyai daerah persebaran di Australia, Papua Nugini, Tasmania, termasuk Papua.

Untuk habitatnya, kadal panana dapat hidup di kawasan sungai, hutan, rawa, hingga padang rumbut.

Spesies kadal tersebut juga menyukai habitat dengan air yang masih terjaga kebersihannya alias belum tercemar.

Perkembangbiakan

Kadal panana adalah reptil ovivipar yang jantan dan betinanya mempunyai masa kawin pada bulan Desember-April.

Spesies kadal tersebut membutuhkan waktu selama 3-5 bulan untuk hamil. Dan, dapat melahirkan 5-14 bayi sekaligus.

Nah, ketika bayi kadal panana lahir, panjangnya bisa mencapai 13 centimeter. Menariknya, bayi kadal panana lahir sudah mandiri.

Ketika kadal panana sudah dewasa, panjang tubuhnya dapat mencapai 40-60 centimeter.

Saat ini kadal panana kerap dikembangbiakkan untuk dijual sebagai hewan peliharaan.

Kadal panana atau blue tongue lizard Kadal panana atau blue tongue lizard
Makanan kadal panana

Berbeda dengan ular yang memangsa hewan lain, seperti burung, kadal, hewan ternak, termasuk sesama ular, kadal panana adalah hewan omnivora.

Artinya, kadal panana adalah pemakan segala yang biasanya memakan daging sisa hewan lain, siput, dan serangga.

Tidak menutup kemungkinan, spesies kadal tersebut juga memakan buah-buahan yang ditemukan jatuh dari pohon.

Kebiasaan

Kadal panana memiliki kemampuan untuk menjulurkan lidah birunya. Hal ini biasanya dilakukan untuk menakuti lawan.

Warna biru pada lidah panana bisa membuat lawannya, termasuk manusia, takut karena dikira berbisa. Padahal, kadal panana tidak berbisa.

Ketika bergerak, kadal panana sebenarnya lebih lambat jika dibandingkan dengan spesies kadal lainnya.

Kadal panana juga termasuk hewan berdarah dingin yang membuatnya harus menghangatkan diri ketika kedinginan dan berteduh jika kepanasan.

Selain itu, kadal panana memiliki empat kaki, lima jari, dan gigi tidak runcing namun punya gigitan yang kuat sehingga sulit dilepaskan.

Kaki kadal panana berfungsi untuk mengayun dan mengatur arah gerak tubuhnya yang besar ketika berada di air.

Baca juga: 18 Jenis Ular Piton di Indonesia, Ada yang Bisa Memangsa Manusia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com