Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Imbangi Quiet Quitting, Kini Muncul Tren Quiet Firing dari Atasan

Kompas.com - 20/09/2022, 17:00 WIB
Sekar Langit Nariswari

Penulis

KOMPAS.com - Quiet firing adalah istilah dunia kerja terbaru yang dianggap sebagai penangkal quiet quitting.

Perilaku ini dilakukan oleh para atasan untuk menghadapi karyawannya yang bekerja seperlunya sehingga, dianggap, merugikan kantor.

Bisa dikatakan, quiet firing adalah pemecatan diam-diam yang dilakukan oleh manajemen tanpa sebelumnya memberikan sanksi atau teguran atas kinerja bawahannya.

Baca juga: Quiet Quitting: Fenomena Kerja Seperlunya yang Melanda Anak Muda

Faktanya, tindakan ini bukan hal yang baru karena sudah dilakukan oleh perusahaan sejak lama meskipun tidak dibahas secara terang-terangan.

Biasanya ini dilakukan ketika perusahaan perlu melakukan efisiensi atau pemotongan biaya dengan melakukan PHK tanpa harus mengeluarkan pesangon.

Apa itu quiet firing?

Quiet firing bisa dilakukan dengan berbagai cara dan tidak harus secara terang-terangan.

Kecenderungannya adalah tidak memecat seseorang secara langsung melainkan menggunakan taktik curang agar orang tersebut akhirnya keluar dari pekerjaannya.

Misalnya dengan mengabaikan kebutuhan mereka atau memberikan beban pekerjaan berlebihan sehingga orang tersebut akhirnya menyerah dan resign.

Dari sisi perusahaan, ini sangat menguntungkan khususnya berkaitan dengan sektor finansial.

"Akhirnya Anda akan merasa sangat tidak kompeten, terisolasi, dan tidak dihargai sehingga Anda akan mencari pekerjaan baru, dan mereka tidak pernah harus berurusan dengan rencana pengembangan atau menawarkan pesangon," jelas pakar perekrutan Bonnie Dilber. 

Baca juga: 11 Cara Bertahan di Tempat Kerja Toxic, Jangan Lupa Cuti

Atasan juga bisa melakukan quiet firing dengan menciptakan lingkungan kerja yang toxic bagi pekerjanya sehingga tidak betah lagi.

"Membuat orang tersebut ingin pergi, dengan menggunakan taktik yang menurunkan harga diri, menjatuhkan kepercayaan diri, dan membuatnya kelelahan," ujar Cara de Lange, pakar burnout internasional.

Perilaku toxic itu bisa berupa intimidasi di tempat kerja, permainan kekuasaan yang tidak nyaman, ekspresi kemarahan yang tidak pantas, dan perilaku lainnya.

Ada juga yang lebih halus seperti minimnya umpan balik dari atasan, tidak ada obrolan soal pengembangkan karier, tak ada apreasiasi atas capaian kerja hingga tidak diundang rapat.

Ilustrasi bekerjakieferpix Ilustrasi bekerja
Para pekerja kebanyakan akan sulit menyadari jika mereka sedang menjadi sasaran quiet firing.

Apalagi jika dikombinasikan dengan masalah gaslighting di tempat kerja, atasan toxic, dan masalah dunia kerja lainnya.

Baca juga: 6 Red Flag di Kantor, Tanda Perlu Cari Pekerjaan Baru

Selain itu, quiet firing juga bisa terjadi karena alasan politis karena atasan tidak menyukai kita, memiliki favorit lain atau dianggap menghalangi kariernya.

Quiet firing benar-benar terjadi. Terkadang, keputusannya bersifat politis, seperti ketika atasan memiliki favorit dan bukan Anda — dan [mereka] mendorong Anda keluar,” kata Gorick Ng, penasihat karir di Harvard College.

Namun ada kalanya ini berkaitan dengan masalah kinerja kita yang dianggap tidak optimal.

"Mungkin manajer Anda mencoba memberi Anda umpan balik, tidak melihat perubahan perilaku yang mereka inginkan dalam timeline yang mereka harapkan, [dan] jadi menyerah," tandas pengajar di University of California, Berkeley ini.

Baca juga: Atasan Memberi Pekerjaan di Luar Jobdesk? Begini Cara Menolaknya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com