"Apakah kamu menderita ketegangan otot atau sakit kepala? Apakah kamu merasa mudah tersinggung atau hanya terbebani?" sambung mereka.
Kebencian bisa merambat ke seluruh hubungan, mengganggu, bahkan menimbulkan kekacauan.
"Sangat mudah untuk mengatakan tidak menginginkan imbalan apa pun tapi kenyataannya sulit jika tidak diberi imbalan," kata Baker dan Vincent.
"Ini terus berjalan tanpa batas apabila kamu tidak mendapatkan sedikit imbalan. Setidaknya pantas mendapatkan terima kasih dan diakui," sambung mereka.
Baca juga: Sedang Sedih? Cari Kebahagiaan dengan Menolong Orang Lain
Tidak dihargai saja sudah menyakitkan, apalagi jika niat baik untuk membantu malah dieskploitasi oleh orang lain.
"Jika kamu tidak pernah mengungkapkan kebutuhan apa pun, maka orang lain mudah menganggapmu tidak memilikinya dan memanfaatkan bantuanmu," ungkap Baker dan Vincent.
"Itulah mengapa penting untuk mencermati apakah beberapa orang yang kamu bantu mengeksploitasi kamu."
"Apakah mereka benar-benar membutuhkan bantuan? Apakah mereka membutuhkan bantuan kamu?" lanjut keduanya.
Meski menempatkan diri sendiri sebagai penolong, orang yang memberikan bantuan bisa mengkritik dirinya sendiri.
Perasaan untuk mengkritik diri sendiri muncul ketika mereka merasa tidak cukup membantu.
"Apakah kamu mengkritik diri sendiri karena mengalami tiga dampak buruk lainnya dari sindrom ini karena merasa lelah, kesal, atau dieksploitasi?" kata Baker dan Vincent.
Segala sesuatu yang berlebihan tidak baik dalam kehidupan, termasuk "kecanduan" membantu orang lain.
Baker dan Vincent menyampaikan, super helper syndrome bisa disembuhkan apabila orang-orang yang mengalaminya memahami akar masalahnya.
Langkah selanjutnya yang dapat mereka lakukan adalah melupakan dorongan membantu yang sudah tertanam dalam pola pikir.
Yang tidak kalah pentingnya adalah belajar mengatakan "tidak" dan tidak memikirkan kesenangan orang lain.
Di samping itu, belajarlah untuk tidak menggantungkan nilai diri sendiri berdasar bantuan yang diberikan kepada orang lain.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.