Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agung Setiyo Wibowo
Author

Konsultan, self-discovery coach, & trainer yang telah menulis 28 buku best seller. Cofounder & Chief Editor Kampusgw.com yang kerap kali menjadi pembicara pada beragam topik di kota-kota populer di Asia-Pasifik seperti Jakarta, Singapura, Kuala Lumpur, Manila, Bangkok, Dubai, dan New Delhi. Founder & Host The Grandsaint Show yang pernah masuk dalam Top 101 podcast kategori Self-Improvement di Apple Podcasts Indonesia versi Podstatus.com pada tahun 2021.

"Slow Living"

Kompas.com - 28/09/2022, 08:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SLOW living entah kita sadari atau tidak telah menjadi tren besar. Tetapi pesan dasarnya adalah tentang mengonsumsi lebih sedikit dan mengambil pendekatan yang lebih lambat untuk kehidupan sehari-hari.

Gerai makanan cepat saji, misalnya, saat ini banyak yang menawarkan menu vegan dan aplikasi yang tak terhitung jumlahnya untuk membantu kita bermeditasi dan mengurangi waktu online kita.

Marie Kondo contoh lainnya. Wanita Jepang yang dijuluki the tidies woman in the world itu semakin digandrungi masyarakat di berbagai belahan dunia karena metode merapikan rumah yang dikenal dengan konmari.

Baca juga: Cara Mengepak Barang Sesuai Metode KonMari dari Marie Kondo

Tak mengejutkan bila kian banyak saja orang yang memilih hidup lebih minimalis karena inspirasinya. 

Siapa yang tidak memiliki botol air yang dapat digunakan kembali? Tampaknya semua orang berjuang untuk kehidupan yang lebih sederhana, berkelanjutan, dan bermakna. Dorongannya adalah menuju kesederhanaan, entah itu merapikan atau melangsingkan rencana perjalanan liburan kita.

Di Instagram, tagar seperti #theartofslowliving menggambarkan cangkir teh yang mengepul di atas seprai. Mereka menunjukkan kesenangan hidup sederhana yang dimaksudkan untuk dinikmati.

Mereka bahkan mungkin menginspirasi kita untuk menyisihkan handphone sejenak.  Namun, apa sesungguhnya slow living itu?

Slow living adalah soal pola pikir yang membuat kita kemudian menyusun gaya hidup yang lebih bermakna dan sadar dengan apa yang paling kita hargai dalam hidup. Itu berarti melakukan segala sesuatu dengan kecepatan yang tepat.

Alih-alih berusaha melakukan sesuatu dengan lebih cepat, kita berfokus untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik. Seringkali, itu berarti memperlambat, melakukan lebih sedikit, dan memprioritaskan untuk menghabiskan jumlah waktu yang tepat untuk hal-hal yang paling penting bagi kita pribadi.

Dengan memperlambat dan dengan sengaja menempatkan nilai-nilai sejati kita di "jantung" gaya hidup kita, slow living mendorong kita untuk hidup dalam kesadaran diri dan membuat keputusan yang sadar dan terarah demi tercapainya kebahagiaan.

Baca juga: Bersyukur Bisa Tingkatkan Kebahagiaan, Ini Alasannya...

Slow living menyangkal bahwa sibuk sama dengan sukses atau penting. Ini berarti hadir dan "merayakan" kualitas daripada kuantitas, hidup dengan tujuan, sadar dan penuh makna.

Dengan cara ini kita dapat  memberikan ruang untuk refleksi dan kesadaran diri. Karena detik demi detik waktu kita tidak lagi semata-mata dikejar-kejar deadline atau mengejar target.  Slow living berarti hidup lebih baik, bukan lebih cepat.

Bermula dari slow movement

Slow living merupakan bagian dari slow movement yang dimulai pada 1980-an di Italia. Saat menghadapi pembukaan McDonald's di jantung Kota Roma, Carlo Petrini dan sekelompok aktivis membentuk slow food, sebuah gerakan yang membela tradisi makanan setempat.

Baca juga: Kisah Slow Food University, Inspirasi soal Pangan yang Sehat dan Adil

Gerakan itu kini memiliki pendukung di lebih dari 150 negara dan terus melindungi tradisi gastronomi, mempromosikan pembayaran yang adil bagi produsen, mendorong kenikmatan makanan berkualitas baik dan terlibat dalam upaya keberlanjutan.

Carl Honoré, salah satu penulis dan pembicara paling terkenal tentang slow movement, membantu membawa konsep slow living ke arus utama pada tahun 2004 dengan penerbitan bukunya In Praise of Slowness.

Honoré mengeksplorasi bagaimana slow food memicu gerakan slow living yang lebih luas dengan 'lambat' sekarang diterapkan ke bidang kehidupan lain yang telah mengalami percepatan besar, termasuk pekerjaan, pengasuhan anak, dan waktu luang.

Sejak buku itu diterbitkan, kecepatan hidup kita hanya terus meningkat, begitu pula kesadaran akan gerakan hidup lambat. Hari ini, perjalanan lambat, mode lambat, kebugaran lambat, berkebun lambat, interior lambat, desain lambat, pemikiran lambat, berita lambat, dan kerja lambat adalah contoh cabang lebih lanjut dari gerakan hidup lambat.

Semakin banyak orang yang mengakui bahwa lebih cepat tidak selalu lebih baik. Dengan semakin banyak orang yang "dipaksa" untuk memperlambat dan menyederhanakan gaya hidup, minat terhadap slow movement telah meningkat selama pandemi Covid-19.

Faktanya, Google melaporkan peningkatan empat kali limpat dalam jumlah video YouTube dengan judul 'slow living' tahun 2020 dibanding tahun 2019. Peningkatan tersebut menunjukkan keinginan untuk terhubung kembali dengan hobi, alam, dan diri kita sendiri yang bermakna.

Manfaat slow living

Slow living sejatinya menawarkan begitu banyak manfaat. Pertama, memberikan lebih banyak "me time". Dengan memotong aktivitas yang mengalihkan perhatian Anda (misalnya terlalu lama memelototi media sosial) atau aktivitas yang tidak memuaskan kita, kita akan mendapatkan kembali waktu untuk perawatan diri.

Kedua, membuat kita lebih "waras". Slow living berarti menjadikan kita lebih sadar, lebih mampu mengendalikan stres dan lebih mendorong kita untuk menghargai momen demi momen.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com