Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Vaksin Covid-19 Pengaruhi Siklus Menstruasi, Benarkah?

Kompas.com - 30/09/2022, 07:15 WIB
Ryan Sara Pratiwi,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sejak peluncuran vaksin Covid-19 tahun lalu, banyak wanita mengunggah kesaksian di media sosial tentang apa yang mereka yakini sebagai efek samping vaksin, salah satunya perubahan pada siklus menstruasi.

Baru-baru ini, penelitian menunjukkan, nanyak dari keluhan itu valid dan terbukti.

Penelitian terhadap hampir 20.000 orang di seluruh dunia menunjukkan vaksin Covid-19 dapat mengubah waktu siklus haid.

Wanita yang divaksinasi rata-rata mengalami penundaan haid sekitar satu hari, dibandingkan dengan mereka yang tidak divaksinasi.

Data studi yang diterbitkan di British Medical Journal ini diambil dari aplikasi pelacakan haid populer yakni Natural Cycles.

Riset ini melibatkan orang-orang dari seluruh dunia, yang sebagian besar berasal dari Amerika Utara, Inggris, dan Eropa.

Para peneliti menggunakan data "tidak teridentifikasi" dari aplikasi tadi untuk membandingkan siklus haid di antara 14.936 responden yang divaksinasi dan 4.686 yang tidak divaksinasi.

Pengguna aplikasi itu memang biasa melacak siklus haid setiap bulan, sehingga para peneliti dapat menganalisis tiga siklus haid sebelum vaksinasi dan setidaknya satu siklus setelahnya,

Kemudian, data tersebut dibandingkan dengan empat siklus haid pada kelompok yang tidak divaksinasi.

Dari sanalah ditemukan fakta, orang yang divaksinasi rata-rata mengalami keterlambatan haid 0,71 hari terlambat setelah dosis pertama vaksin.

Namun, orang yang menerima dua vaksinasi dalam satu siklus haid mengalami gangguan yang lebih besar.

Dalam kelompok ini, rata-rata peningkatan panjang siklus adalah empat hari.

Lalu, 13 persen mengalami keterlambatan delapan hari atau lebih, dibandingkan dengan lima persen pada kelompok kontrol.

Bersifat sementara

Seorang profesor kebidanan dan ginekologi di Oregon Health & Science University yang memimpin penelitian ini, Alison Edelman, mengatakan, bagi kebanyakan orang efek tersebut bersifat sementara.

Efek ini diperkirakan hanya berlangsung selama satu siklus sebelum kembali normal.

Selain itu, tidak ada indikasi bahwa efek samping akan berdampak pada kesuburan.

"Sekarang kami dapat memberikan informasi kepada orang-orang tentang kemungkinan apa yang diharapkan dengan siklus haid," kata Edelman.

"Jadi, saya harap itu secara keseluruhan benar-benar meyakinkan bagi individu," ujar dia.

Para peneliti tidak tahu persis mengapa vaksin tampaknya memengaruhi siklus menstruasi.

Kendati demikian, Edelman menuturkan bahwa sistem kekebalan dan reproduksi saling terkait.

Lalu peradangan atau respons imun yang kuat juga dapat memicu fluktuasi siklus menstruasi.

Setiap perubahan dalam siklus haid bisa membuat stres dan memicu kekhawatiran tentang kehamilan yang tidak direncanakan atau penyakit.

Sementara tidak ada yang memperingatkan tentang kemungkinan efek samping, atau pun melakukan lebih banyak penelitian sebelum meluncurkan vaksin.

Ada pun salah satu keterbatasan utama dari studi ini adalah pesertanya hanya mencakup mereka yang tidak menggunakan kontrasepsi.

Responden juga hanya yang memiliki siklus teratur sebelum mendapatkan vaksinasi, dan berusia antara 18-45 tahun.

Studi ini tidak menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh orang-orang tentang vaksin dan haid.

Termasuk bagaimana suntikan tersebut memengaruhi pria trans dan individu nonbiner.

Efek samping yang lebih berat dan lama

Sejak vaksin diluncurkan, banyak orang di media sosial juga mengeluhkan haid yang lebih lama, lebih berat, dan lebih menyakitkan pasca vaksinasi.

Namun, studi ini tidak melihat beratnya haid atau efek samping lainnya seperti kram maupun siklus yang lebih lama.

Kendati demikian, Edelman mengungkapkan, temuan awal dari studi yang berbeda menunjukkan bahwa vaksin Covid-19 terkadang dapat menyebabkan haid yang lebih berat.

Bahkan, berdasarkan data yang dikumpulkan dari hampir 10.000 orang menunjukkan, vaksin sedikit meningkatkan kemungkinan mengalami pendarahan yang lebih berat.

Seorang wanita bernama Caiityya Pillai (21) yang tinggal di Berkeley, California, misalnya, mengaku selama dua bulan setelah vaksin pada Maret 2021, haid yang biasanya ringan menjadi sangat menyakitkan dan berlangsung dua kali lebih lama.

"Rasa sakitnya tidak seperti rasa sakit biasa. Sampai-sampai saya menangis dan tidak bisa bangun dari tempat tidur," ungkapnya.

Pillai mengaku diliputi kecemasan dan mengira ada sesuatu yang salah, tetapi setelah dua siklus, haid pun kembali normal.

Ketika dia mendapat dosis kedua pada Juli 2021, siklus haid memburuk lagi, tetapi dia merasa lebih tenang tentang hal itu karena dia telah melihat cerita serupa yang dibagikan secara online.

Penelitian lain juga menunjukkan bahwa vaksin memiliki berbagai efek pada siklus haid.

Sebuah survei yang diterbitkan pada November lalu mengumpulkan informasi tentang haid dan vaksin dari 160.000 orang — termasuk pascamenopause — dan menemukan, ribuan orang mengalami pendarahan yang lebih berat dari biasanya.

Jadi, meskipun studi Edelman menyebut perubahan haid bersifat sementara, beberapa orang telah melaporkan perubahan yang bertahan lama dalam siklus haid lama setelah mendapatkan vaksin.

Sammi Beechan (32) dari Hammond, Ore, juga mengatakan bahwa dia dulunya memiliki siklus haid normal yang datang setiap 28 hari dengan efek yang ringan.

Namun setelah mendapatkan vaksin booster Moderna pada bulan Oktober 2021, Beechan memerhatikan bahwa haidnya mulai datang setiap 24 hari, dengan lebih dari empat hari perdarahan yang lebih berat, kram yang lebih menyakitkan, dan perubahan suasana hati yang ekstrem.

Dokter pun telah mengesampingkan endometriosis dan kondisi kesehatan potensial lain sebagai penyebabnya.

Direktur Eunice Kennedy Shriver National Institute of Child Health and Human Development yang mendanai penelitian Edelman, Diana Bianchi mengatakan, keterlambatan haid secara signifikan setelah vaksinasi belum tentu menimbulkan kekhawatiran.

"Saya tidak akan merekomendasikan pergi ke dokter setelah pertama kali hal itu terjadi, hanya karena semua bukti menunjukkan bahwa perubahan itu akan hilang, itu hanya sementara," katanya.

"Jika itu adalah perubahan yang terus-menerus dalam interval siklus haid, maka itu mungkin menjadi alasan untuk menemui dokter perawatan primer atau obgyn," saran dia.

National Institutes of Health telah mendanai setidaknya empat proyek penelitian lain seputar vaksin Covid-19 dan haid.

Beberapa di antaranya mengamati remaja dan penderita endometriosis dengan harapan dapat memberikan informasi yang lebih baik dan dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap vaksin.

Di sisi lain, Olivia Rodriguez (26) mengatakan dia tidak berencana untuk mendapatkan vaksin booster karena dia memiliki pengalaman buruk setelah vaksin Moderna keduanya pada Maret 2021.

Meskipun baru saja menyelesaikan haid, dia mulai haid lagi dalam beberapa hari setelah mendapatkan vaksin yang berlangsung 10 hari dengan pendarahan yang lebih berat.

Awalnya dia panik, tetapi setelah menemukan cerita online tentang wanita lain yang mengalami hal serupa, itu meyakinkan dia masih waspada untuk mendapatkan vaksin lagi.

Rodriguez, yang juga merupakan anggota Osage Nation, mengatakan bahwa para peneliti medis perlu mendapatkan kepercayaan dari orang-orang dengan memberikan lebih banyak informasi tentang efek samping vaksin.

"Saya tidak pernah benar-benar mendapat penjelasan mengapa atau apa yang terjadi," imbuhnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com