Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Cuma Ikuti Tren, Anak Muda Perlu Tahu Sejarah dan Proses Batik

Kompas.com - 02/10/2022, 08:15 WIB
Ryan Sara Pratiwi,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Mengenakan batik kini bukan lagi identik dengan gaya berpakaian orang tua.

Sebab, semakin banyak anak muda yang mulai tampil di berbagai momen dengan berkain batik.

Bahkan, kini banyak ditemukan komunitas anak muda yang mulai mempopulerkan kembali kain batik seperti remaja nusantara, pemuda berkain, remaja berwastra, dan sebagainya.

Baca juga: Cerita Batik yang Lebih Modern dan Zero-Waste

Menurut pengamat batik dan pendiri Rasa Wastra Indonesia, Monique Hardjoko, fenomena ini sebenarnya sangat baik dilakukan anak-anak muda untuk melestarikan budaya batik di Indonesia.

Namun, ia melihat tak sedikit anak-anak muda yang mengenakan batik tanpa betul-betul memahami sejarah dan proses pembuatan batik itu sendiri.

Hal ini terlihat dari bagaimana mereka lebih banyak memakai batik printing atau tekstil yang memiliki motif batik.

Hanya mengikuti tren

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Monique Hardjoko (@moniquehardjoko)

Monique mengatakan, kecenderungan anak muda adalah mengikuti tren fesyen yang sedang naik daun.

"Ini sebenarnya peluang yang baik untuk membawa batik menjadi bagian dari gaya hidup mereka."

Demikikan kata Monique dalam media workshop Shopee bertajuk Cerita Batik Nusantara di Museum Tekstil Jakarta, Jumat (30/9/2022) lalu.

Baca juga: Link Download Twibbon Hari Batik Nasional 2022 dan Cara Pakainya

"Sayangnya, minat pada batik itu tidak dibarengi dengan edukasi, sehingga pemahaman anak-anak muda mengenai sejarah dan proses pembuatan batik masih sangat minim," kata dia.

Sebagai pengamat dan kolektor batik, Monique merasa anak-anak muda sekarang perlu didorong untuk tidak hanya membuat batik menjadi lebih populer, tetapi juga dapat memiliki pemahaman — paling tidak yang sederhana.

Pemahaman ini, menurut Monique penting agar anak muda bisa lebih menghargai batik dan juga prosesnya.

Menghargai proses batik

Workshop media bertajuk Cerita Batik Nusantara bersama Shopee di Museum Tekstil Jakarta, Jumat (30/9/2022).Ryan Sara Pratiwi Workshop media bertajuk Cerita Batik Nusantara bersama Shopee di Museum Tekstil Jakarta, Jumat (30/9/2022).
Terlepas dari pemaknaan motif batik yang beragam, proses membuat batik itu juga perlu dihargai.

"Jadi batik itu kan yang menariknya di proses pembuatannya ya, di mana pembuatan batik awalnya manual menggunakan tangan seperti tulis, lukis, cap, ikat jumputan, dan lainnya," kata Monique.

Baca juga: 4 Rekomendasi Motif Batik untuk Kondangan agar Beda dengan Tamu Lain

Sementara batik-batik printing itu prosesnya sangat instan dan tidak bisa menggantikan nilai dari pembuatan batik dengan teknik yang masih tradisional.

Di sisi lain, hasil akhir batik tradisional dan printing juga memiliki hasil akhir yang berbeda, mulai dari pewarnaannya, kepadatan dan detail motif-motif, sampai pada bahan yang dipakai.

"Sebenarnya kalau bicara daya beli anak muda sekarang itu merek bisa kok membeli batik masih dibuat dengan cara tradisional," ujar Monique.

"Batik tye dye, misalnya, itu kan prinsipnya jumputan. Harganya pun terbilang sangat murah sekitar Rp 100-150 ribu."

Baca juga: 5 Batik Jokowi yang Mencuri Perhatian Publik

"Atau batik cap yang dari pesisir dengan motif yang lebih sederhana itu sudah bisa dibeli dengan kisaran harga Rp 300-400 ribu," jelas dia.

Jika dibandingkan dengan brand-brand luar negeri yang diadopsi anak-anak muda, sebenarnya harga batik secara umum lebih murah.

"Kalau pun ada batik-batik yang memiliki harga hingga puluhan atau ratusan juta, itu biasanya punya motif yang unik dan lebih dikhususkan pada pembeli yang memang kolektor atau pencinta batik," ujar Monique.

"Saya sih tidak mengekang anak-anak muda berkain dimulai dari batik printing ya, karena yang penting kebiasaannya dulu."

"Tetapi, mereka tidak boleh terjebak dalam tren fesyen dan harus mulai membangun kesadaran tentang pentingnya memahami sejarah dan proses batik dengan memakai yang lebih tradisional," imbuh dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com