"Nah bila memang memutuskan secara sadar akan Kembali Bersama SANGAT DISARANKAN dilakukan konseling maupun terapi pasangan bersama psikolog ya," tandas Lucia, lagi.
Namun jika korban kekerasan ingin memutuskan hubungan dengan pelaku maka ia menyatakan semua pihak perlu menghargai keputusan tersebut.
Bahkan jika korban mengaku sudah memaafkan atau pelaku menunjukkan indikasi perbaikan kondisi atas perilakunya di masa lalu.
Baca juga: Kenali, 3 Tanda Orang Terdekat jadi Korban Kekerasan Domestik
Dalam banyak kasus, Lucia menerangkan jika maaf dari korban sering disalahartikan dengan kemauan kembali bersama.
"Ketika korbannya menyatakan telah memaafkan maka lalu seakan-akan pelaku berhak juga menuntut untuk korban bersedia kembali bersama atau bahkan mencabut proses hukumnya," ujarnya.
Maka baik korban maupun pelaku KDRT perlu memahami jika proses memaafkan berbeda dengan keputusan soal hubungan.
"Akan lebih tepat dan mendukung Kesehatan mental korban bila konteks memaafkan dan konteks kembali berhubungan didudukkan pada dua konteks terpisah, bukan sepaket ya," tambah pakar yang kerap menangani korban dan penyintas KDRT ini.
Baca juga: Sikap Romantis Berlebihan Kerap Jadi Pola Perilaku Pelaku KDRT
Seringkali dibutuhkan proses yang panjang agar bisa menghilangkan trauma atas kekerasan yang dialami.
"Setidaknya pastikan kondisi diri sudah melewati fase ketegangan mendalam pada kondisi mentalnya," pesan Lucia.
Baca juga: Pentingnya Kenali Indikasi Perilaku KDRT Sejak Pacaran
Sering kali, korban KDRT sulit keluar dari toxic relationship tersebut karena pelaku adalah pemenuh kebutuhannya sehingga tercipta relasi kuasa.
Proses mengenali kondisi soal situasi dan posisi ini penting sebagai bahan pertimbangan utama sebelum kembali bersama.
Lucia, yang merupakan lulusan Universitas Gadjah Mada, mengingatkan jika memilih kembali pada hubungan penuh KDRT, maupun berpisah, sama-sama butuh kesiapan mental dan material, terlebih bila kehidupan berpasangan telah berlangsung panjang.
Biasanya korban KDRT mengalami kesulitan dalam bernalar atau menata langkah hidupnya sehingga perlu konsultasi dengan profesional atau fasilitator yang tepat.
"Sebaiknya dengan pihak yang netral ya, bukan yang mengenal korban maupun pelaku sehingga dapat meminimalkan bias pribadi," tutupnya.
Baca juga: Anak Korban KDRT Cenderung Tumbuh sebagai Pelaku KDRT, Benarkah?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.