Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tantan Hermansah
Dosen

Pengajar Sosiologi Perkotaan UIN Jakarta

Generasi Nongkrong dan Transformasi Sistem Produktivitas

Kompas.com - 14/10/2022, 09:58 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

HASIL survei yang dilakukan oleh Kompas bulan lalu menemukan suatu fakta bahwa generasi usia produktif di Indonesia, justru terancam produktivitasnya karena mereka ada pada posisi sebagai “generasi sandwich”.

Dorothy A. Miller (1981) adalah ahli yang memberikan istilah entitas ini sebagai generasi sandwich.

Disebut demikian karena beban yang ditanggung olehnya cukup banyak: orangtua, dirinya sendiri, dan anak-anaknya.

Sehingga mereka ini merupakan kategori kelompok yang memiliki pekerjaan dan pendapatan tetap, namun sekaligus memiliki kesulitan untuk mengoptimalkan pemasukannya karena beban yang ditanggungnya itu.

Penulis menyebut entitas ini sebagai “generasi kegencet”, karena generasi ini memang bukan hanya menanggung beban yang sifatnya struktural dan kultural, tetapi juga tergencet oleh beban moral.

Baca juga: Masa Depan Generasi Kegencet

Namun jika kita membaca hasil survei dari sudut pandang yang lain, maka data yang ada juga bisa dibaca lain.

Sebagian dari generasi muda usia produktif Indonesia ini adalah kelompok menengah atas atau bisa disebut sebagai generasi mapan.

Disebut sebagai generasi mapan karena mereka terlahir dari orangtua yang memiliki keleluasaan untuk mencukupi kebutuhan produktif anak-anaknya dengan baik.

Generasi ini adalah mereka yang bisa mendapatkan pendidikan pada sekolah yang cukup baik dan bahkan bagus, serta tidak sedikit yang mahal.

Mereka mendapatkan pengajar berkualifikasi nasional, bahkan internasional; dengan sistem pelajaran global, yang memfasilitasinya untuk eksis dalam ruang pergaulan yang juga luas.

Dengan kualifikasi tinggi ini, mereka terdidik untuk mengembangkan cara berpikir dan sistem produksi pengetahuan yang solid, kokoh, dan majemuk.

Sehingga mereka bertumbuh menjadi generasi inklusif, bisa melihat kehidupan sebagai suatu proses yang di dalamnya dibasiskan pada kultur merit system.

Hal ini tentu berbeda dengan generasi Sandwich yang justru mungkin kekurangan ruang dan waktu untuk memikirkan atau mendapatkan semua itu.

Jika dilihat dari kuantitas, generasi mapan ini jumlahnya bisa jadi tidak mayoritas. Namun, meski bukan mayoritas, mereka memiliki sejumlah kelebihan dan keunggulan.

Berbagai kelebihan seperti selain lembaga tempat belajar yang “sesuai”, generasi ini memiliki kebebasan dan kemampuan untuk memproses sistem produksi pengetahuan yang baik karena memiliki kebebasan untuk mengakses banyak sumber daya berkualitas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com