Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasangan Selingkuh Berkali-kali? Mungkin Si Dia Mengidap Narsistik

Kompas.com - 16/10/2022, 14:00 WIB
Dinno Baskoro,
Sekar Langit Nariswari

Tim Redaksi

Sumber Web MD

KOMPAS.com - Mengetahui pasangan selingkuh sesekali dalam hubungan pernikahan mungkin masih bisa dimaafkan meski sebenarnya tidak dapat dibenarkan.

Tapi jika sudah berkali-kali selingkuh, kita perlu waspada dan mengambil tindakan demi kebaikan bersama.

Pasalnya, kondisi tersebut merupakan pertanda seseorang mengidap gangguan kejiwaan yang disebut narsistik.

"Perselingkuhan kalau terjadi berkali-kali atau bahkan dilakukan dengan orang yang berbeda-beda, artinya pelaku ada gangguan kejiwaan narsistik."

"Orang yang memiliki gangguan seperti narsistik ini meningkatkan peluang perselingkuhan yang lebih tinggi,"

Demikian kata dr. Haekal Anshari, M. Biomed (AAM) saat ditemui Kompas.com di sebuah acara di Jakarta, baru-baru ini.

Baca juga: Ramai Isu Selingkuh, Tak Perlu Overthinking soal Hubungan Sendiri

Menurutnya, narsistik adalah gangguan kepribadian yang ditandai dengan rasa mencintai diri sendiri yang berlebihan.

Pada dasarnya, semua orang memiliki rasa percaya diri dan memiliki rasa mencintai diri sendiri dengan batasan tertentu.

Tetapi pengidap narsistik cenderung lebih merasa bahwa dirinya adalah orang yang paling sempurna.

Pengidapnya juga menganggap tidak ada orang lain yang lebih unggul dari dia.

Orang dengan kondisi tersebut memiliki gagasan tentang diri sendiri yang merasa lebih baik dan sering mengabaikan kebutuhan orang lain, termasuk menodai komitmen sebuah hubungan dengan perselingkuhan

"Memiliki kepribadian narsistik itu juga haus akan apresiasi. Ingin selalu dipuji terus," lanjut Dokter Haekal.

Baca juga: 5 Alasan Perceraian Bisa Jadi Pilihan Terbaik Saat Pasangan Selingkuh

Korelasi antara perselingkuhan dan narsistik, kata dokter Haekal, berawal dari kombinasi perilaku yang menganggap dirinya paling sempurna dan haus akan apresiasi.

Ketika orang tersebut tidak mendapatkan apresiasi yang cukup dari pasangannya, apalagi pada hubungan pernikahan tidak harmonis.

Lalu dia mendapat apresiasi dari orang lain yang membuat dirinya senang, hal itu bisa memunculkan potensi selingkuh secara emosional.

Hasrat memenuhi egonya itu bisa berlanjut hingga ke selingkuh fisik hingga terjadi berulang kali.

"Hal-hal seperti itulah yang membuat potensi perselingkuhan pada orang narsistik lebih tinggi," tandas dokter Haekal.

Baca juga: Apakah Selingkuh Itu Wajar atau Termasuk Gangguan Mental? 

Penyebab dan faktor risiko gangguan kepribadian narsistik

Ilustrasi selingkuhFreepik_yanalya Ilustrasi selingkuh

Mengutip laman Web MD, seperti kebanyakan gangguan mental dan kepribadian lainnya, kemungkinan penyebab narsistik diakibatkan oleh kombinasi banyak hal.

Beberapa penyebabnya meliputi faktor genetik, lingkungan (hubungan orang tua dan anak), neurobiologi (hubungan antara perilaku dan sistem saraf), serta pola asuh orangtua.

Bahkan menurut penelitian, anak-anak yang terlalu banyak dihujani oleh pujian dari orangtua juga berisiko mengalami kepribadian narsistik saat dia tumbuh dewasa.

Anak-anak yang sering diabaikan atau dilecehkan juga dapat mengembangkan faktor risiko narsistik.

Kondisi tersebut membuat mereka merasa perlu menjaga diri mereka sendiri karena tidak ada orang lain yang memandang keberadaannya.

Sementara itu, gangguan kepribadian narsistik lebih banyak dialami oleh pria daripada wanita, yang cenderung muncul pada saat remaja atau dewasa.

Baca juga: Sadari, 10 Tanda Orangtua Narsistik dan Risikonya bagi Anak 

Apakah gangguan kepribadian narsistik bisa disembuhkan?

Ilustrasi selingkuh, pasangan selingkuh. SHUTTERSTOCK/PROSTOCK-STUDIO Ilustrasi selingkuh, pasangan selingkuh.

Gangguan kepribadian narsistik tidak dapat diatasi dengan penggunaan obat medis, tetapi melakukan terapi psikologis dapat membantu.

Tujuannya adalah untuk membangun harga diri seseorang dan membangun harapan atau ekspektasi yang lebih realistis.

Perawatan yang dilakukan biasanya dilakukan dengan psikoterapi. Terapi tersebut dapat membantu seseorang menjalin hubungan yang lebih baik dengan orang lain.

Kemudian membuat mereka dapat memahami perasaan serta perilaku yang mereka lakukan. Tujuan dari terapi ini meliputi;

  • Menerima dan menjalin hubungan dengan orang lain yang lebih baik, termasuk rekan kerja dan pasangan
  • Mengenali kekuatan dan kelemahan diri sendiri
  • Belajar menerima kritik atau kegagalan
  • Mengembangkan tujuan hidup yang lebih realistis
  • Melepaskan keinginan atau hasrat yang tidak realistis
  • Melepaskan kecanduan seperti mengonsumsi minuman keras dan kecanduan yang lainnya

Kepribadian narsistik dapat berkembang di lingkungan keluarga, karena itu para ahli menyarankan orangtua untuk memberikan apresiasi dan pujian secukupnya pada anak.

Berikan anak perhatian yang cukup agar anak-anak dapat belajar bagaimana membina hubungan dengan orang lain dengan cara yang positif, dapat menerima kritik, dan ada keinginan untuk mengubah kebiasaan buruknya.

Baca juga: Minim Komunikasi Seksual Bisa Picu Perselingkuhan, Benarkah?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Web MD
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com