Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agung Setiyo Wibowo
Author

Konsultan, self-discovery coach, & trainer yang telah menulis 28 buku best seller. Cofounder & Chief Editor Kampusgw.com yang kerap kali menjadi pembicara pada beragam topik di kota-kota populer di Asia-Pasifik seperti Jakarta, Singapura, Kuala Lumpur, Manila, Bangkok, Dubai, dan New Delhi. Founder & Host The Grandsaint Show yang pernah masuk dalam Top 101 podcast kategori Self-Improvement di Apple Podcasts Indonesia versi Podstatus.com pada tahun 2021.

Membumikan Stoicism

Kompas.com - 20/10/2022, 06:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BELAKANGAN ini, stoicism semakin banyak digandrungi oleh masyarakat Indonesia. Buku-buku mengenai topik itu laris manis di pasaran.

Berbagai kanal podcast berlomba-lomba memopulerkan. Namun, apakah mempraktikkannya semudah yang dibayangkan? Apakah Anda benar-benar telah memahami makna stoicism?

Stoicism, stoic, atau stoisisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu “stoikos”. Dalam bahasa Indonesia, kata tersebut bisa diartikan sebagai stoa (seramba atau beranda).

Hal itu merujuk pada Stoa Poikile, atau “Beranda Berlukis” yang berada di Athena -- tempat para filsuf stoik Zeno dari Citium yang memberikan pengaruh besar pada stoisisme mengajar.

Singkat kata, stoicism adalah pandangan atau filosofi hidup yang didukung oleh dua pilar mendasar, yakni cardinal virtues atau dasar-dasar kebajikan dan dichotomy of control atau dualitas pengaturan hidup.

Pilar pertama bernama cardinal virtues atau dasar-dasar kebajikan, yaitu kebijaksanaan praktis, keberanian, keadilan, dan kesederhanaan.

Maksudnya adalah mengetahui apa yang baik dan apa yang tidak baik bagi diri sendiri. Sedangkan untuk keberanian, tidak hanya terpaku pada keberanian fisikal, tapi juga keberanian dalam memperjuangkan moral.

Kebajikan berikutnya adalah keadilan yang tak hanya terpaku pada keadilan individu, namun keadilan bagi orang lain.

Kebajikan terakhir adalah kesederhanaan untuk mengukur level yang tepat saat menjalani hidup, tidak berlebihan maupun tidak kekurangan.

Mirip dengan petuah leluhur orang Jawa, yaitu "Samadya" yang menekankan pada kehidupan sederhana, tidak berlebihan atau mengambil secukupnya.

Pilar kedua merupakan dualitas kontrol kehidupan. Pilar itu tidak lain adalah implementasi stoicism yang menciptakan kebahagiaan dalam hidup.

Disebut dualitas karena manusia hanya dihadapkan oleh dua kemungkinan, yaitu hal-hal yang bisa dikontrol dan hal-hal yang di luar kontrol.

Untuk mendapatkan kebahagiaan, seorang stoic perlu melatih dirinya untuk fokus pada hal-hal yang dapat dikontrol.

Stoicism adalah filosofi praktis dengan tujuan menjalani kehidupan yang bermakna dan menjadi versi terbaik diri sendiri.

Kaum Stoa percaya dalam menjalani kehidupan yang bajik, kehidupan yang berpotensi memberi kita kebahagiaan dan ketentraman pribadi.

Dan itulah salah satu alasan seseorang mungkin memilih untuk hidup mengikuti mode mereka. Lagi pula, apa gunanya filsafat jika pada akhirnya tidak memberi kita kebahagiaan?

Tetapi dalam filosofi Stoic, pengejaran kebajikan dan karakter baiklah yang memungkinkan kita untuk sampai ke sana.

Bagi orang Stoa, mengejar kebajikan adalah mengejar kebahagiaan. Jika kita bisa hidup dengan bajik, kehidupan yang baik akan mengikuti.

Tetapi apa artinya mengejar kebajikan?

Sederhananya, bertindak bajik berarti berjuang menuju cita-cita pribadi dan menjadi versi terbaik dari diri sendiri. Dengan menjadi orang yang kita inginkan, kita akan bahagia.

Kaum Stoa juga mengajari kita bahwa kebahagiaan adalah tanggung jawab pribadi kita. Hal pertama dan terpenting yang dapat kita lakukan adalah mengambil kepemilikan atas siapa diri kita dan keadaan hidup kita.

Hanya dengan begitu kita bisa menjadi orang yang kita inginkan, dan menemukan kepuasan dan kebahagiaan dalam hidup kita.

Berpijak dari filosofi itu, berikut adalah beberapa prinsip Stoic yang dapat membantu kita menjadi orang yang lebih baik dan lebih bahagia.

Pertama, berhenti mengkhawatirkan apa yang tidak dapat kita kendalikan. Stoicism dibangun pada gagasan dasar bahwa kita tidak dapat mengendalikan dunia di sekitar kita, tetapi kita dapat mengontrol bagaimana kita menanggapinya.

Stoic mengingatkan diri mereka sendiri bahwa dalam hidup, ada hal-hal yang sama sekali tidak dapat kita kendalikan, ada hal-hal yang kita kendalikan sebagian, dan ada hal-hal yang sepenuhnya kita kendalikan.

Satu-satunya cara kita dapat memiliki kedamaian dalam hidup kita adalah menerima ini, melepaskan apa yang tidak dapat kita kendalikan, dan kemudian fokus pada apa yang kita kendalikan.

Apa yang tidak kita kendalikan?

Kita tidak dapat mengontrol dunia di sekitar kita, peristiwa eksternal, orang lain, alam, genetika kita, atau masa lalu.

Mencoba atau mengkhawatirkan hal-hal ini tidak ada gunanya, dan hanya membuat hidup lebih sulit. Ketika kita terus-menerus mencoba mengendalikan hal-hal ini, kita akhirnya menderita.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com