BANYAK orang memiliki trauma, fobia, luka batin, dan berderet penyakit yang berhubungan dengan emosi. Sayangnya, tidak setiap orang mau dan mampu mengekspresikan atau melepaskannya.
Setelah sekian lama dipendam, semua itu akan "meledak" menjadi penyakit yang berdampak fatal, seperti jantung, ginjal, kanker, diabetes, paru-paru. Kabar baiknya, kita mampu mengatasi itu semuanya dengan cara yang mudah.
Salah satu caranya adalah melalui terapi menulis. Menulis (secara ekspresif) memang tidak hanya dapat membantu kita memproses apa yang telah kita lalui dan membantu kita saat kita membayangkan jalan ke depan. Namun, hal itu juga dapat menurunkan tekanan darah kita, memperkuat sistem kekebalan kita, dan meningkatkan kesejahteraan umum kita.
Baca juga: Menulis sebagai Ekspresi Keresahan, Kreativitas, dan Kritik
Menulis ekspresif dapat mengurangi stres, kecemasan, dan depresi; meningkatkan tidur dan kinerja kita; dan memberi kita fokus dan kejelasan yang lebih besar.
Efek menulis sebagai alat untuk penyembuhan bukanlah pepesan kosong. Hal itu sudah dibuktikan para pakar.
James Pennebaker, psikolog sosial di University of Texas di Austin, AS, mempelajari dampak dari jenis tulisan tertentu pada kesehatan mental pada tahun 1986. Sejak itu, lebih dari 200 penelitian telah melaporkan bahwa “menulis emosional” dapat meningkatkan kesehatan fisik dan emosional seseorang.
Dalam studi klasik, subyek yang menulis tentang pergolakan pribadi selama 15 menit sehari selama tiga atau empat hari, akan lebih jarang mengunjungi dokter untuk masalah kesehatan dan melaporkan kesejahteraan psikologis yang lebih baik.
Menurut sebuah studi tahun 2019, intervensi menulis enam minggu meningkatkan ketahanan, dan mengurangi gejala depresi, stres yang dirasakan, dan perenungan di antara mereka yang melaporkan trauma pada tahun sebelumnya. Tiga puluh lima persen peserta yang memulai program dengan indikator kemungkinan depresi klinis mengakhiri program tidak lagi memenuhi kriteria ini.
Mengapa intervensi menulis berhasil? Meskipun mungkin tampak berlawanan dengan intuisi bahwa menulis tentang pengalaman negatif memiliki efek positif, beberapa orang berpendapat bahwa menceritakan kisah negatif masa lalu atau kecemasan yang sedang berlangsung "membebaskan" sumber daya kognitif.
Penelitian menunjukkan, trauma merusak jaringan otak. Namun ketika orang menerjemahkan pengalaman emosional mereka ke dalam kata-kata, mereka mungkin mengubah cara mengaturnya di otak.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.