Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agung Setiyo Wibowo
Author

Konsultan, self-discovery coach, & trainer yang telah menulis 28 buku best seller. Cofounder & Chief Editor Kampusgw.com yang kerap kali menjadi pembicara pada beragam topik di kota-kota populer di Asia-Pasifik seperti Jakarta, Singapura, Kuala Lumpur, Manila, Bangkok, Dubai, dan New Delhi. Founder & Host The Grandsaint Show yang pernah masuk dalam Top 101 podcast kategori Self-Improvement di Apple Podcasts Indonesia versi Podstatus.com pada tahun 2021.

Mengapa Menulis Bisa Menyembuhkan dan Membahagiakan?

Kompas.com - 03/11/2022, 17:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Menulis yang menyembuhkan

Menulis ekspresif secara luas didefinisikan sebagai tulisan yang membantu kita memahami pikiran dan emosi kita. Menulis ekspresif dapat mengambil banyak bentuk, termasuk jurnal, memoar, puisi, bahkan opini atau pemikiran.

Tetapi apa yang kita tulis kurang penting daripada bagaimana menuliskannya. Tulisan yang paling menyembuhkan, menurut peneliti, harus mengikuti seperangkat parameter kreatif. Yang paling penting, tulisan itu bisa hanya untuk diri kita sendiri. Tulisan itu harus mengandung detail konkret, otentik, eksplisit.

Penulis harus menghubungkan perasaan dengan peristiwa. Tulisan seperti itu memungkinkan seseorang untuk menceritakan sebuah cerita yang lengkap, kompleks, koheren, dengan awal, tengah, dan akhir.

Dalam penceritaan, tulisan seperti itu mengubah penulis dari korban menjadi sesuatu yang lebih kuat: narator dengan kekuatan untuk mengamati. Singkatnya, ketika kita menulis untuk mengekspresikan dan membuat masuk akal, kita mendapatkan kembali kekuatan untuk memegang kendali dalam hidup.

Kita akan lebih menyadari bahwa bahagia atau tidaknya diri kita bergantung cara kita merespon peristiwa atau keadaan.

Setelah Holocaust, misalnya, banyak orang yang selamat menulis cerita tentang pengalaman mereka. Victor Frankl menjadi salah satu buktinya. Frankl menulis buku berjudul Man's Search for Meaning, terbit tahun 1946, yang ditulis selama sembilan hari.

Jenis proses penulisan reflektif yang mendalam itu dapat membantu kita menyatukan kembali diri kita sendiri bahkan setelah masa-masa yang paling tak terbayangkan. Dalam menulis cerita kita, kita mempertahankan kepengarangan atas hidup kita.

Teknik menulis yang menyembuhkan dan membahagiakan

Berikut adalah tiga teknik yang dapat kita coba saat mencoba menulis sebagai alat untuk penyembuhan dan kebahagiaan. 

Pertama, jangan menahan diri. Tulisan itu memang untuk diri kita. Jangan khawatir tentang tata bahasa atau ejaan. Jangan khawatir tentang apa yang mungkin dipikirkan orang lain atau apakah itu ditulis dengan baik atau adil.

Atur penghitung waktu selama sepuluh menit, gerakkan tangan kita, dan "tulis bebas" sebagai respons terhadap perintah tertentu. Tanpa terlalu memikirkannya, tuliskan kata, catatan, frasa, kalimat — apa pun yang muncul ketika kita memikirkan momen dramatis dari suatu peristiwa, momen yang tetap ada, menyenangkan atau tidak menyenangkan.

Jika kita kehabisan hal untuk dikatakan, tulislah itu (“kehabisan hal untuk dikatakan”) sampai sebuah pikiran baru muncul di benak kita.

Kedua, tulis sedetail mungkin. Untuk mendapatkan perasaan dan kebenaran dari pengalaman kita, biarkan pikiran kita pergi ke saat-saat tertentu yang terperinci. Kekuatan ada dalam detail karena mereka membuatnya nyata bagi kita.

Akses apa yang sebenarnya terjadi dengan kembali ke momen-momen kecil, hal-hal kecil, yang mendasari kita dalam pengalaman itu. Kita mungkin menemukan bahwa detail terkecil memunculkan kebenaran atau perasaan terbesar.

Berikan ruang untuk semua itu, dan tangkap pengalaman kita dalam luas dan dalamnya.  

Ketiga, ambil hikmah dari setiap momen. Karena dunia telah berubah di sekitar kita, kita juga telah berubah. Kita mungkin telah belajar tentang apa yang penting, apa yang tidak, atau apa yang membuat kita berhasil.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com