KOMPAS.com - Tiger parenting adalah pola pengasuhan ketat dan otoritatif yang dimaksudkan untuk membesarkan anak supaya berprestasi.
Istilah ini mulai dikenal setelah profesor asal Sekolah Hukum Yale, Amy Chua, menulis buku berjudul "Battle Hymn of the Tiger Mom" pada tahun 2011.
Buku itu ditulis oleh Chua sebagai memoar tentang pengalamannya menerapkan tiger parenting kepada putrinya sendiri.
Secara khusus, orangtua yang menerapkan tiger parenting punya kecenderungan mengatur kehidupan anak supaya si buah hati memenuhi kebutuhan mereka.
Baca juga: Kelebihan dan Kekurangan Tiger Parenting bagi Anak, Orangtua Wajib Tahu
Pola pengasuhan yang ketat menyebabkan anak tidak memiliki banyak waktu untuk bermain, nongkrong, bahkan dituntut untuk terus-menerus belajar.
Salah satu keuntungan dari tiger parenting adalah mendidik anak supaya beretos kerja tinggi ketika dewasa.
Di samping itu, tiger parenting juga menekankan kedisiplinan dalam kehidupan anak supaya mereka sukses di masa depan.
Sayangnya, tiger parenting berisiko menyebabkan masalah harga diri, kecemasan, stres, dan depresi pada anak.
Itu disebabkan oleh tuntutan yang tinggi dan ekspektasi besar dari orangtua yang dibebankan kepada anak.
Berikut beberapa tanda yang mengisyaratkan orangtua menerapkan tiger parenting kepada anak.
Baca juga: 5 Hal yang Kerap Dilakukan Orangtua Ketika Menerapkan Tiger Parenting
Orangtua yang menerapkan tiger parenting cenderung melontarkan kata-kata yang menekan dan mengintimidasi anak.
Ancaman kepada anak biasanya diucapkan ketika si buah hati tidak memenuhi ekspektasi orangtua.
Kata-kata yang sering dikatakan orangtua, seperti "Aku akan membuang mainanmu" atau "Aku akan memukulmu jika nilaimu jelek".
Orangtua mungkin merasa kalimat yang mereka lontarkan adalah bentuk ketegasan saat mendidik anak.
Namun, ucapan yang menekan dan mengintimidasi justru bisa menyulut pemberontakan dari anak di kemudian hari.