KOMPAS.com - Setiap orangtua tentunya berharap yang terbaik untuk anaknya supaya si buah hati menjadi orang yang sukses di masa depan.
Namun, apabila pola pengasuhan terlalu kaku dan ketat, kemungkinan orangtua tersebut menerapkan helicopter parenting dalam membesarkan anak.
Dikutip dari laman Parents, helicopter parenting mengacu pada pola pengasuhan orangtua yang terlalu fokus pada anak.
Baca juga: 5 Pelajaran dari Konsep Helicopter Parenting
Istilah ini pertama kali digunakan dalam buku Dr. Haim Ginott pada tahun 1969 berjudul Between Parent & Teenager.
Bagi anak yang dibesarkan dengan helicopter parenting, mereka menilai orangtuanya "seakan-akan terbang seperti helikopter".
Itu artinya orangtua benar-benar mengawasi segala aspek dalam kehidupan anak dan memberikan larangan-larangan yang sifatnya mengekang.
Menurut psikolog Ann Dunnewold, Ph.D, pola pengasuhan yang demikian sudah berlebihan karena terlalu mengontrol anak.
Orangtua yang menerapkan helicopter parenting dapat diketahui dari beberapa tanda, bahkan ketika buah hatinya masih berusia belia.
Baca juga: Mengenal Penyebab dan Dampak Helicopter Parenting terhadap Anak
Saat anak masih balita, orangtua akan mendampinginya ketika bermain bahkan tidak memberinya waktu untuk sendirian.
Sementara orangtua yang anaknya sudah duduk di bangku sekolah dasar akan berusaha memastikan guru yang mengajar buah hatinya adalah orang yang baik.
Tak menutup kemungkinan, orangtua seperti itu juga mencari pelatihan khusus yang dapat diikuti anak dan memilihkan mereka teman dan aktivitas tertentu.
Anak kemungkinan besar risih dan merasa terkekang apabila orangtua mereka terlalu mengawasi.
Tapi, ada beberapa alasan yang mendasari orangtua mengapa mereka menerapkan helicopter parenting.
Berikut di antaranya.
Adalah hal yang lumrah bagi anak apabila mereka mengalami kegagalan dan wajar juga untuk orangtua menghadapi situasi ini.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.