Gen tersebut dapat memengaruhi jumlah produksi melanosit di folikel yang berperan dalam menentukan pigmentasi atau warna rambut.
Kondisi tersebut dapat menciptakan rambut beruban lebih cepat, yang kemudian membuat produksi melanosit terhenti.
Joshua Zeichner, seorang dertamologis yang berbasis di New York, AS mengatakan bahwa pada awalnya tekstur uban akan lebih kasar.
Tetapi proses biologis yang memengaruhi warna rambut kemudian mengubah struktur rambut baru yang diproduksi sehingga warnanya cenderung abu-abu atau putih.
Sejumlah kondisi autoimun dapat dikaitkan dengan munculnya uban lebih dini.
Kondisi itu termasuk gangguan autoimun, yang mana tubuh salah mengenali sel dan menyerang jaringan sehat secara tidak sengaja.
Misalnya pada orang dengan penyakit tiroid, mereka cenderung memiliki kadar T3 dan T4 yang lebih rendah.
Dua hormon tersebut menurut data memengaruhi produksi melanin dan fase pertumbuhan rambut.
Kekurangan nutrisi seperti vitamin B12 juga berkaitan dengan penyakit autoimun yang disebut anemia pernisiosa yang kemudian memicu uban muncul lebih cepat.
Anemia pernisiosa adalah sejenis penyakit autoimun yang terjadi ketika lambung tidak dapat menghasilkan zat untuk penyerapan vitamin B12.
Akibatnya sel darah merah cenderung lebih sedikit membawa oksigen ke area rambut.
Kondisi tersebut juga kerap dikaitkan pada orang dengan vitiligo. Artinya, kemungkinan pasien yang mengalami kekurangan vitamin B12 ini juga menderita vitiligo.
Menurut pakar, ada laporan terkait obat-obatan tertentu yang dapat mengubah warna rambut dan menghambat enzim tertentu untuk memproduksi pigmentasi rambut.
Beberapa obat yang diduga memicu kondisi tersebut adalah obat antimalaria seperti klorokuin dan hidroksiklorokuin.
Selama pemakaian obat tersebut misalnya dalam waktu tiga sampai empat bulan pemakaian, rambut bisa berubah menjadi pirang, kemerahan atau abu-abu.