Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum
Dokter

Dokter, ahli nutrisi, magister filsafat, dan penulis buku.

Tanggap Bencana, Seharusnya Gizi Tetap Terjaga

Kompas.com - 30/11/2022, 09:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Tanah air kita berada di ‘lingkaran cincin api’ vulkanik, sekaligus dilalui patahan sesar dan berada di wilayah iklim tropis zona khatulistiwa, yang apabila terjadi bencana maka rentetan masalah bisa menjadi penyulit dalam proses penanggulangannya.

Gempa Cianjur, sama seperti Gempa Palu atau Lombok beberapa tahun yang lalu, sama sekali tak terduga, menelan banyak korban serta penanganan tanggap bencana yang tidak mudah.

Gempa, banjir, longsor, gunung meletus, membuat orang harus meninggalkan rumah dan mengungsi.

Baca juga: Pascatsunami, Mari Evaluasi Gizi dan Edukasi

Perubahan hidup mendadak yang amat tidak diharapkan siapa pun. Stres, takut, bingung, sedih hingga marah bercampur aduk. Belum lagi, jika ada anggota keluarga yang terpencar, hilang entah berada dimana.

Sementara yang masih terselamatkan di tenda pengungsian, seperti biasa merasa ‘tidak terurus baik’, walaupun pemerintah dan lembaga-lembaga sosial cekatan mendirikan tenda dan dapur umum.

Komunitas penduduk yang terpencar dan jauh dari jalan utama menjadi tantangan bagi Basarnas – apalagi keengganan mereka yang terdampak untuk diungsikan. Maunya, kalau bisa tenda dan dapur umum dibangun dekat-dekat rumah mereka saja.

Bantuan susu dan makanan bayi

Masalah klasik di Indonesia di saat bencana adalah permintaan bantuan yang tak jauh dari susu dan makanan bayi.

Seakan-akan konsumsi bayi dan balita mendadak berubah di tenda pengungsian, ‘kesempatan menyicipi’ produk kekinian yang biasanya hanya bisa dipegang-pegang di mini market, karena harganya ‘lumayan’ kalau si anak sering-sering merengek minta.

Mestinya, salah satu prosedur tanggap bencana yang paling dini harus diperhatikan adalah berdirinya tenda ramah anak: di mana ibu-ibu menyusui juga bisa merasa tetap aman menyusui bayinya.

Menyusui anak tidak boleh terputus. Bahkan, ini bisa menghindari risiko diare, ketimbang membuat susu dengan air seadanya dan botol yang tidak mungkin dicuci bersih akibat krisis air.

Menyusui membuat kesatuan ibu-anak menjadi tenang, para ayah bisa lebih fokus membenahi kerusakan akibat bencana atau membantu petugas.

Dapur MPASI untuk mejaga gizi anak

Dapur umum Makan Pendamping ASI (MPASI) juga perlu didirikan bersamaan dengan dapur umum dewasa.

Dengan demikian, kebersihan, kecukupan gizi sekaligus keteraturan makan bayi dan anak ikut terjaga.

Kerap kali, justru akibat bencana, malah banyak ibu akhirnya ‘belajar gratis’ cara membuat MPASI yang berkualitas dengan bahan pangan lokal dari para relawan gizi.

Suatu edukasi berharga yang bisa dibawa pulang, saat tahap pemulihan dan rehabilitasi sudah usai dan masyarakat terdampak kembali menata hidupnya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com