Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Herry Darwanto
Pemerhati Sosial

Pemerhati masalah sosial. Bekerja sebagai pegawai negeri sipil sejak 1986 hingga 2016.

Budaya Bersih Kunci Kota Sehat

Kompas.com - 30/11/2022, 10:26 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BERSIH memang mendarah daging dalam diri bangsa Jepang. Video para suporter Jepang yang mengumpulkan sampah seusai acara pembukaan Piala Dunia di Qatar belum lama ini cukup viral di media sosial.

Banyak pihak memuji tindakan itu, termasuk petinggi FIFA. Banyak orang tidak menyangka kalau ada sekelompok orang yang peduli dengan sampah yang ditinggalkan pengunjung.

“Apakah supaya disorot kamera?” tanya seorang reporter yang meliput kejadian itu.

“Tidak," jawab salah seorang dari rombongan orang-orang Jepang itu. “Kami hanya tidak biasa melihat sampah menumpuk," mungkin demikian penjelasan berikutnya.

Orang Jepang memang terkenal pembersih. Di Jepang, sangat jarang terlihat ada sampah yang berserakan di sepanjang jalan.

Yang ada hanya kantong-kantong berisikan sampah di tempat-tempat pengumpulan sampah. Pada waktu yang ditetapkan, tertulis di papan kecil di tempat sampah itu, petugas akan mengambilnya.

Jadwal pengambilan sampah dibedakan berdasarkan jenis sampah. Misalnya hari Senin dan Kamis untuk sampah non-organik, hari-hari lain untuk sampah organik.

Pemilahan sampah itu bisa sangat rinci di banyak kota atau kawasan, tergantung dari jenis sampah yang dibuang warga dan keaktifan pemerintah kota/daerahnya.

Pamflet petunjuk pembuangan sampah biasanya tersedia di balai kota, atau di tempat-tempat warga biasa berkumpul, untuk diambil warga. Dan warga umumnya patuh dengan peraturan pengambilan sampah demikian.

Sampah daun di jalan disapu dengan mobil khusus sehingga cepat terangkut, pada pagi hari sekali. Saat orang keluar rumah, jalanan sudah bersih dari daun-daun kering.

Selain disapu, beberapa ruas jalan juga disiram air untuk mengalirkan debu dan kotoran padat. Dengan demikian jalan-jalan terlihat bersih dan kinclong. Ini adalah pemandangan biasa di kota-kota kecil hingga metropolitan seperti Tokyo.

Budaya bersih

Warga Jepang memang memberi perhatian yang tinggi pada kebersihan. Anak-anak sekolah dibiasakan membersihkan kelas, halaman sekolah, hingga toilet.

Pekerjaan itu dilakukan secara berkelompok, untuk membangun team work demi mengatasi masalah bersama.

Kebiasaan bersih-bersih yang ditanamkan di sekolah mengimbas ke rumah-rumah dan lingkungan. Sepatu dan sandal ditata dengan rapih di dekat pintu masuk, supaya tidak mengotori rumah.

Pada acara pertemuan warga di dalam maupun d luar ruangan, selalu ada tempat sampah. Saat acara selesai, orang-orang mengumpulkan sampah yang tercecer. Kemudian dibuang di tempat pengumpulan sampah. Ini merupakan kebiasaan warga Jepang, di manapun berada.

Maka tidak heran kebiasaan itu terbawa saat meramaikan acara pembukaan Piala Dunia yang kolosal itu. Tidak hanya di Qatar sekarang ini, namun juga di Brasil (2014) dan Rusia (2018), suporter Jepang rajin memungut sampah.

Ilustrasi Tokyo.UNSPLASH/AGATHE MARTY Ilustrasi Tokyo.
Kebersihan adalah pangkal kesehatan. Kotoran menyebabkan bakteri pembawa penyakit hidup subur. Semakin tersebar kotoran, berbagai macam penyakit semakin mudah tersebar. Maka kebersihan lingkungan menjadi kunci untuk mencegah penyebaran penyakit. Adanya penyakit merupakan ancaman terhadap keamanan dalam kehidupan.

Hubungan antara kesehatan dan keamanan terungkap dari riset yang diadakan oleh The Economist Intelligence Unit (EIU), London.

Sejak 2015, setiap dua tahun sekali EIU membandingkan tingkat keamanan 60 kota dunia dan membuat indeks kota aman (Safe Cities Index).

Indeks ini dihitung dari 76 indikator yang disusun dalam lima pilar, yaitu personal, kesehatan, infrastruktur, digital, dan lingkungan.

Pada Safe Cities Index 2021, Tokyo dan Osaka menempati urutan pertama dan kelima dalam pilar kesehatan, yang membuktikan bahwa kebiasaan warga Jepang menjaga kebersihan memang diakui dunia.

Sebagai perbandingan, dalam pilar yang sama Jakarta menempati urutan ke-46 dari 60 kota yang dinilai, kalah dari Singapura, Bangkok, dan Kuala Lumpur. Tentu ini bukan prestasi yang menggembirakan.

Kota sehat

Membangun kota sehat telah menjadi program pemerintah Indonesia sejak lama. Pada 1998, pemerintah meluncurkan proyek pilot kota sehat di enam kota (Malang, Pekalongan, Balikpapan, Jakarta Timur, Bandar Lampung, dan Cianjur).

Dari proyek ini pemerintah kemudian mencanangkan penyelenggaraan kabupaten/kota sehat pada 2005. Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri membuat peraturan bersama tentang pedoman penyelenggaraan Kabupaten/Kota Sehat (KKS).

Penyelenggaraan KKS ini berkaitan dengan misi pemerintah untuk mewujudkan Indonesia Sehat pada tahun 2010.

KKS adalah suatu kondisi kawasan yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni penduduk.

Pencapaiannya difokuskan pada sembilan tatanan (setting), yaitu permukiman, transportasi, perkantoran, kehutanan, pertambangan, pariwisata, ketahanan pangan, kehidupan masyarakat, dan kehidupan sosial.

Pendekatan kota sehat merupakan perpaduan antara arahan dari pusat dan aspirasi dari bawah.

Untuk itu dibentuk Tim Pembina Pusat, Tim Pembina Provinsi dan Tim Pembina Kabupaten/Kota.

Pada tingkat bawah dibentuk Forum Kota Sehat, Forum Komunikasi Kecamatan Sehat, dan Kelompok Kerja Kelurahan Sehat.

Dalam forum-forum ini, terdapat perwakilan dari masyarakat, dunia usaha, akademisi, dan pemerintah. Tugasnya memberikan masukan untuk mewujudkan kota sehat, yang dilaksanakan oleh unsur-unsur pemerintah daerah, bersama masyarakat.

Untuk mendorong terwujudnya KKS, pemerintah memberikan penghargaan Swasti Saba setiap dua tahun sekali. Penghargaan itu terdiri dari tiga tingkatan, yaitu Padapa, Wiwerda, dan Wistara (tertinggi).

Tantangan yang dihadapi

Program Kota Sehat agaknya kurang dikenal luas oleh masyarakat, berbeda dengan program serupa seperti Adipura. Selain kurangnya sosialisasi, kesertaan (engagement) unsur-unsur pemerintah daerah agaknya di bawah harapan.

Bisa jadi hal ini disebabkan oleh anggapan bahwa kesehatan adalah urusan otoritas kesehatan. Akibatnya dinas-dinas lain tidak memberikan dukungan yang memadai.

Sebetulnya hal ini sudah diantisipasi dengan melibatkan Bappeda dalam Tim Pembina di daerah, namun di lapangan ada faktor-faktor lain yang ikut berperan, seperti kurangnya anggaran dan lemahnya komitmen mereka yang mestinya terlibat.

Pemberian penghargaan Swasti Saba agaknya kurang mendorong daerah untuk berprestasi. Banyak daerah mendapat penghargaan berkali-kali, sehingga kurang membanggakan dan memicu kinerja.

Walau ada kendala, pemerintah terus menggencarkan program kota sehat, antara lain dengan menyusun rancangan Peraturan Presiden untuk merevisi peraturan yang lama, agar lebih cepat mencapai standar kota sehat seperti yang diharapkan sejak lama.

Agar gerakan kota semakin berhasil, beberapa hal berikut ini kiranya perlu menjadi perhatian.

Warga akan bersedia terlibat dalam program pemerintah seperti membangun kota sehat jika ada kepercayaan (trust) yang tinggi kepada pemerintah, khususnya pemerintah kabupaten/kota.

Yaitu kepercayaan bahwa pemerintah hanya bekerja untuk warga, tidak untuk kepentingan sendiri dan kelompok, dan tidak untuk melanggengkan kekuasaan.

Secara faktual pejabat daerah perlu bebas dari korupsi, memberi contoh perilaku hidup bersih dan sehat dalam keseharian, dan memperhatikan kebutuhan dan masalah yang dihadapi warga.

Tokoh daerah juga dituntut untuk tidak bergaya hidup berbeda dengan warga pada umumnya, tidak mengendarai mobil mewah, tidak mengistimewakan keluarga dan kerabatnya di sekolah, pekerjaan, dan pelayanan lain.

Dari hal-hal mendasar itu kepercayaan warga akan terbentuk dan ajakan pemerintah untuk membangun kota sehat akan disambut dengan tulus.

Namun yang lebih utama adalah membiasakan warga untuk menjaga kebersihan, dimulai dari lingkungan terdekat, yaitu rumah dan sekolah. Selebihnya adalah urusan pemerintah kota bersama dengan pelaku usaha dan masyarakat.

Kebiasaan hidup bersih itu perlu dirawat agar tidak tergerus oleh ketidakpedulian dan individualisme.

Kota yang bersih akan lebih bebas dari penyakit, lebih indah dilihat, dan lebih nyaman untuk dihuni. Lebih baik sederhana tetapi bersih daripada mewah tetapi kotor.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com