Apa yang akan terjadi jika mereka, terkhusus kaum hawa, membaca kisah hidup perempuan-perempuan Cho Nam Joo ini?
Benar, sastra merupakan cerminan kehidupan (Teori Mimesis Sastra, Plato). Meskipun berangkat dari fakta di kehidupan nyata, proses kreatif penulis tidak dapat dikesampingkan.
Adakalanya penulis sengaja menghadirkan cerita tersebut apa adanya, namun tidak sedikit yang menambahkan bumbu-bumbu ekspresi dalam dirinya ke dalam karya.
Dari mana kita tahu keberpihakan si penulis terhadap ide yang ia telurkan?
Satu di antaranya ialah melalui sikap penulis terhadap akhir hidup tokoh. Ada tokoh yang sengaja dibiarkan hidup dengan pilihan idealismenya, ada juga tokoh yang dimatikan oleh penulis di akhir cerita dalam upaya memutus rantai idealisme tersebut.
Permasalahan tidak terhenti di sini. Pembaca sebagai sosok penikmat karya tidak semuanya memiliki daya analisis yang sama dengan pembaca sastra.
Mereka yang sedang gamang dan membaca kisah ini, berpeluang mengamini perkataan dan perbuatan tokoh. Lebih-lebih di akhir cerita tokoh digambarkan bahagia dengan keputusan yang dia ambil.
Bagaimana dengan perempuan-perempuan Cho Nam Joo?
Pertama, Kim Eunsoon. Perempuan ini digambarkan sebagai pekerja staf restoran berusia 29 tahun. Pekerjaan itu ia lakoni sambil menyelesaikan studinya di universitas. Ia terlambat masuk universitas karena terbiasa bekerja semenjak duduk di SMK.
Tampak bukan? Frame seperti ini sangat dekat dengan keumuman perempuan kekinian di belahan negara mana pun. Bekerja sambil kuliah hingga melupakan usia yang terus beranjak.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.