Eunsoon dan perempuan-perempuan di luar sana, memiliki pekerjaan, berpendidikan, namun di usia menjelang kepala tiga masih belum kepikiran untuk berumah tangga.
Jangan dibilang mereka tidak memiliki kekasih hati. Ia hanya tidak ingin terburu-buru menikah.
Penulis melalui Eunsoon menyampaikan idenya bahwa Eunsoon bukanlah jenis perempuan yang menikah hanya karena desakan usia dan sistem sosial. Eunsoon tidak antipernikahan, ia hanya tidak ingin terburu-buru.
Bagaimana dengan gadis-gadis Indonesia lajang di luar sana? Sanggupkah menjadi Eunsoon?
Kedua, pengantin perempuan. Tidak ada nama yang diberikan oleh penulis. Ia baru saja menikah dengan laki-laki yang ia pikir bisa membahagiakannya sebagai tulang rusuk.
Permasalahan dimulai saat ia pulang bulan madu. Ibu mertua mencampuri urusan rumah tangga putranya. Sepertinya sang ibu belum mengikhlaskan anaknya berumah tangga.
Suami yang ia cintai tidak membelanya sedikitpun. Akhirnya, si pengantin perempuan mengakhiri pernikahan.
Baginya, kebahagiaan pernikahan ialah bebas menjadi diri sendiri tanpa embel-embel sebagai istri dan menantu. Yang berubah hanyalah status hubungan. Pernikahan tidaklah upaya memenjarakan kebebasan dan kebahagiaan diri sendiri.
Ya, mertua seperti itu tidak sedikit di Indonesia. Bahkan sinetron ikan terbang menjadikannya ide yang tiada putus-putusnya.
Mertua yang begitu mencintai putranya. Baginya, sedewasa apa pun putranya, tetaplah sosok kanak-kanak di matanya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.