Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengulik Karakteristik Generasi Alpha sebagai Penerus Masa Depan

Kompas.com - 05/12/2022, 16:22 WIB
Dinno Baskoro,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

Sumber Parents

KOMPAS.com - Sebagian dari kita mungkin sudah mengenal berbagai generasi yang ada di tengah masyarakat.

Mulai dari generasi X, milenial (Gen-Y), Gen-Z dan kini ada istilah baru yang merujuk pada penerus masa depan yang akan diwarisi oleh generasi Alpha.

Kelompok yang masuk ke dalam generasi ini adalah mereka yang terlahir di tahun 2010 dan tumbuh dewasa pada tahun 2025.

Bisa dibilang generasi Alpha adalah anak dari generasi Milenial dan adik dari generasi Z.

Lantas, seperti apa karakteristik dari generasi Alpha?

Apakah lebih canggih dan modern dari kakaknya, yaitu Gen-Z?

Berikut uraian selengkapnya.

Baca juga: Memahami Perbedaan, Kunci Mencegah Generasi Alfa dari Bullying 

Mengulik karakteristik generasi Alpha

Ilustrasi generasi alpha Ilustrasi generasi alpha

Generasi Alpha adalah anak-anak yang terlahir di tahun 2010 dan diperkirakan akan tumbuh dewasa serta menjadi penerus populasi dunia pada tahun 2025.

Menurut data survei dari proyeksi populasi Biro Sensus di AS terbaru, generasi Alpha akan tumbuh di dunia yang sangat berbeda dari dunia yang sebelumnya kita kenal.

Lantaran mereka ini tumbuh dan berkembang di lingkungan serba canggih dan modern, hal tersebut turut memengaruhi kualitas serta karakteristik khas yang berpotensi menjadi pewaris populasi dalam banyak hal di masa depan.

Melansir Parents, berikut adalah beberapa hal yang perlu diketahui seputar generasi Alpha.

1. Semakin menerima perbedaan

Generasi Alpha dikatakan lebih dapat menerima banyak perbedaan dalam lingkungannya.

Sebenarnya ini merupakan warisan karakter dari generasi Milenial dan Gen-Z yang juga menghargai perbedaan.

Jenis keragaman tersebut cenderung tumbuh di masyarakat sehingga membuat para generasi Alpha lebih menerima inklusivitas dalam ketimpangan sosial dan kehidupan di masa depan.

"Mereka tumbuh dalam masyarakat yang lebih beragam. Mereka lebih berpikiran terbuka tentang orang-orang yang berbeda dengan dirinya."

"Anak-anak Milenial adalah sumber dari optimisme ini yang bergerak maju menuju masyarakat yang menerima perbedaan,"

Demikian kata Deborah Carr, profesor dan ketua departemen sosiologi di Universitas Boston.

2. Lebih nyaman dengan perkembangan teknoogi

Generasi Alpha dikatakan sangat nyaman dengan perkembangan teknologi.

Karakter ini sudah mereka lihat sejak kecil di masa pertumbuhan.

Kata Carr, karakteristik tersebut mereka tangkap dari kebiasaan di lingkungan rumah seperti orangtua yang selalu melihat video di iPad, mendengarkan musik dari iPhone atau smartphone tercanggih.

Mereka sangat bagus dalam pembelajaran secara visual.

Bahkan teknologi bisa dijadikan sebagai pengalihan perhatian, sarana pendidikan, hiburan dan masih banyak hal lainnya.

Meski demikian, para generasi Alpha dihadapkan dengan sejumlah fakta penelitian terbaru terkait perkembangan otak yang cenderung berkurang.

Hal tersebut dikaitkan dengan penggunaan gadget yang berlebihan semasa mereka kecil.

Baca juga: Generasi Alpha Sangat Melek Teknologi, Orangtua Harus Bagaimana? 

Ilustrasi generasi alpha Ilustrasi generasi alpha

3. Media sosial memengaruhi status sosial mereka di masa depan

Tidak seperti generasi sebelumnya yang tidak terlalu peduli dengan jejak digital.

Di masa yang akan datang, para generasi Alpha akan sangat peduli dengan status sosial hingga jejak digital yang mereka miliki.

Kemungkinan, mereka akan lebih skeptis ketika melihat unggahan orangtuanya di media sosial seperti Instagram atau Facebook.

Menurut Francyne Zeltser, Psy.D., seorang profesor di St. John's University, anak-anak zaman sekarang menunjukkan bahwa setiap gambar, kata-kata yang diunggah di media sosial merasa bahwa itu adalah gambaran diri mereka yang sebenarnya.

Ini merupakan bagian dari cara pandang mereka terhadap media sosial dibandingkan para generasi sebelumnya.

"Apapun yang mereka unggah, mereka berpikiran bahwa hal itu akan menjadi portofolio mereka di masa mendatang," ujar dia.

Meski begitu, kebanyakan generasi Alpha saat ini belum mencapai usia dewasa yang matang sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut terkait hal tersebut.

"Kami belum melihat implikasi jangka panjang dari jejak digital ini. Apakah ini akan membantu mereka atau justru merugikan bagi anak-anak Alpha."

"Maka dari itu, bagi orangtua penting untuk memerhatikan apapun yang kalian unggah di media sosial," tambah Zeltser.

4. Lebih peduli dengan isu kesehatan mental

Pandemi Covid-19 yang melanda dunia turut menghadirkan tantangan pengasuhan baru bagi orangtua Milenial dan Gen X.

Isu mom shaming misalnya yang kerap dihadapi generasi Milenial dalam mengasuh anak mereka.

Agresi sosial itu seolah-olah menuntut para generasi Milenial untuk berlomba-lomba menjadi "orangtua yang sempurna" dalam hal pengasuhan anak.

Itu pula yang menyebabkan banyak unggahan orangtua baru di Instagram saat ini yang memperlihatkan gambaran "keluarga bahagia" dibandingkan sosok orangtua yang kewalahan saat mengasuh anak.

Padahal apa yang sering kita lihat di media sosial itu tidak selalu sama dengan realitanya.

Lantas seperti apa pengaruhnya pada generasi Alpha?

Dalam hal ini, tingkat kepedulian generasi Milenial terhadap kesehatan mental diprediksi akan kalah dengan Generasi Alpha yang semakin peduli.

Generasi Alpha lebih mungkin menunjukkan bahwa kesehatan mental dan emosional tak kalah penting dengan kesehatan fisik.

Kata peneliti, puncaknya terjadi pada tahun 2019 lalu yang mana dapat dikategorikan sebagai tahun "perawatan diri".

Di momen itu, para ibu Milenial dan Gen X seringkali menggunakan media sosial untuk berbagi cara pengasuhan baru yang mengedepankan kesehatan mental pada anak-anaknya.

Hal tersebut lantas dijadikan contoh bagi anak-anak untuk lebih peduli dengan kesehatan mentalnya di masa depan. 

5. Peduli terhadap isu lingkungan dan keberlanjutan

Ketika generasi Milenial pertama kali bergabung dengan angkatan kerja, mereka kerap dihadapkan dengan tantangan yang lebih sulit dalam hal finansial. 

Mulai dari kondisi pandemi, hingga gejolak perekonomian di banyak negara yang memengaruhi segala macam sektor kehidupan.

Hal-hal tersebut seolah menjadi "dalih baru" bagi Milenial dalam menunda pernikahan, membina rumah tangga sampai memiliki keturunan.

Akibatnya, tidak sedikit Milenial yang menunggu waktu lebih lama untuk berumah tangga hingga berpikir menunda memiliki anak demi kesejahteraan mereka.

Lihat saja kondisi yang baru-baru ini terjadi. Seperti di Korea Selatan dan Jepang yang mengalami resesi seks.

Kabar tersebut membuat mereka seolah-olah berpikiran bahwa memiliki anak merupakan tanggung jawab besar yang perlu dipikul. 

Sementara mengingat kondisi perekonomian yang tidak menentu hingga faktor kebutuhan hidup yang semakin mahal juga turut menjadi faktor penyebabnya. 

Kata peneliti, begitupun yang akan terjadi pada generasi Alpha.

Generasi Alpha diprediksi akan menghadapi lebih banyak masalah terkait perubahan iklim saat mereka memasuki usia remaja dan dewasa awal.

Ketegangan yang terjadi itu, ditambah banyak faktor lainnya yang saat ini dihadapi orangtua mereka dapat membuat mereka berpikir berkali-kali untuk membina rumah tangga dan memiliki keturunan.

Bahkan ada kemungkinan generasi Alpha lebih peduli pada isu lingkungan dan keberlanjutan planet ini daripada memiliki anak.

Baca juga: Tantangan Membesarkan Anak Generasi Alpha


 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Parents


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com