KOMPAS.com - Batik parang dilarang dipakai oleh para tamu undangan resepsi pernikahan Kaesang Pangarep dan Erina Gudono di Puro Mangkunegaran, Solo.
Aturan ini mengacu pada larangan yang memang berlaku di kraton tersebut selama bertahun tahun.
Parang memang menjadi motif yang sakral sehingga hanya boleh dipakai oleh raja dan kalangan bangsawan saja.
Baca juga: Alasan Batik Parang Lereng Dilarang Dipakai Saat Resepsi Kaesang-Erina
Namun banyak juga yang menyebut jika larangan ini berkaitan dengan mitos yang melarang penggunaan batik parang di pernikahan karena membawa sial bagi pasangan tersebut.
Kehidupan pernikahan pasangan yang diwarnai batik parang disebut tidak akan harmonis dan sarat akan konflik.
Benarkah?
Batik parang memang memiliki keindahannya sendiri dari segi desain sehingga menarik minat banyak kalangan.
Selain itu, motif batik ini juga bermakna filosofis yakni perjuangan yang tidak pernah putus maupun menyerah.
Terlepas maknanya yang mendalam, masyarakat Jawa percaya jika motif ini sebaiknya tidak dipakai dalam acara pernikahan.
Aji Setyowijoyo, jebolan Sastra Nusantara Universitas Gadjah Mada sekaligus produsen batik di Yogyakarta berpendapat jika mitos ini ada kaitannya dengan asal usul motif tersebut.
"Parang bisa diartikan sebagai senjata namun juga karang, yang konon menjadi inspirasi penciptaan motif ini," ujarnya, kepada Kompas.com.
Ia menjelaskan, motif parang, yang dimaknai karang, dianggap sebagai karya otentik raja sehingga tidak seharusnya dipakai sembarang orang.
Konon, batik parang diciptakan Panembahan Senapati saat mengamati ombak Laut Selatan yang menerpa karang di tepi pantai.
"Orang punya pendapat itu kok parang senjata dipakai di pernikahan, pendapat yang lebih populer berkembang di orang biasa seperti itu," jelas Aji.