Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Medio by KG Media
Siniar KG Media

Saat ini, aktivitas mendengarkan siniar (podcast) menjadi aktivitas ke-4 terfavorit dengan dominasi pendengar usia 18-35 tahun. Topik spesifik serta kontrol waktu dan tempat di tangan pendengar, memungkinkan pendengar untuk melakukan beberapa aktivitas sekaligus, menjadi nilai tambah dibanding medium lain.

Medio yang merupakan jaringan KG Media, hadir memberikan nilai tambah bagi ranah edukasi melalui konten audio yang berkualitas, yang dapat didengarkan kapan pun dan di mana pun. Kami akan membahas lebih mendalam setiap episode dari channel siniar yang belum terbahas pada episode tersebut.

Info dan kolaborasi: podcast@kgmedia.id

Duck Syndrome: Terlihat Tenang Padahal Tertekan

Kompas.com - 26/12/2022, 17:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Ikko Anata

KOMPAS.com - Pada dasarnya, semua orang kerap cemas sebab ini adalah reaksi normal untuk menghadapi situasi yang membuat kita tertekan. Terkadang, kita juga perlu untuk menyamarkan tekanan itu jika berada di situasi tertentu.

Misalnya, rekan kantor atau teman kuliah tetap berpakaian rapi, tersenyum, hingga menunjukkan sikap ramah saat kita bertemu. Namun, siapa tahu jauh di dalam, mereka sedang menghadapi masalah berat yang membuatnya tertekan.

Fenomena yang ternyata dikenal sebagai duck syndrome itu pun dijelaskan Ernestine Oktaviana S.Psi, Konselor Dear Astrid, dalam siniar Anyaman Jiwa bertajuk “Istilah Duck Syndrome Gen Z” yang dapat diakses melalui dik.si/AJDuckSyndrome.

Apa Itu Duck Syndrome?

Sindrom ini terjadi ketika kita menciptakan ilusi kehidupan yang sempurna, tapi sebenarnya sedang tertekan di dalam untuk mempertahankan semuanya.

Penamaan istilah ini berasal dari gagasan tentang bebek yang mengayuh dengan cepat di bawah permukaan air, tetapi tampak tenang di permukaan.

Mengutip Psych Central, meski duck syndrome, bukanlah kondisi kesehatan mental, namun sindrom ini dapat menjadi tanda bahwa seseorang sedang mengalami kekalutan mental.

Orang tersebut berusaha mencari solusi supaya tetap stabil fisik dan mentalnya. Namun, ketika berhadapan dengan orang-orang, ia tak memperlihatkannya.

Baca juga: Pentingnya Mengontrol Ekspektasi Diri

Istilah sindrom ini pertama kali dikenalkan di Universitas Stanford karena mayoritas penderitanya adalah kalangan mahasiswa.

Meski mereka tertekan menghadapi segudang tugas dan ujian, saat berada di kelas, para mahasiswa tetap berpenampilan rapi. Namun, kini istilah ini tak terbatas hanya di mahasiswa saja.

Mengapa Seseorang Bisa Menderita Duck Syndrome?

Ada banyak penyebab seseorang menderita sindrom ini. Pertama adalah perasaan cemas saat orang-orang tahu kehidupan kita yang tak sempurna.

Hal ini disebabkan orang tersebut merasa tidak ada yang bisa memahami atau pernah mengalami kejadian buruk, seperti di-bully.

Kedua, penelitian Dewi (2021) mengungkapkan penyebab lainnya penderita sindrom ini adalah dipaksa oleh lingkungan untuk selalu adaptif dan responsif menghadapi berbagai situasi.

Situasi yang penuh tekanan, persaingan, dan konflik, membuat seseorang harus bertindak untuk segera mencari solusi.

Misalnya, saat anak tak menunjukkan hasil yang memuaskan, orangtua cenderung menekan mereka untuk bekerja lebih giat. Jika nilai ujiannya jelek, orangtua memaksa anak untuk belajar lebih keras lain. Apabila ingin mengeluh, orangtua cenderung akan memukul atau melontarkan kalimat kasar ke anak.

Baca juga: Mengenal 5 Love Language

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com