KOMPAS.com - Disfungsi ereksi atau impotensi didefinisikan sebagai kondisi pria yang kesulitan mendapatkan dan memertahankan ereksi untuk melakukan hubungan seksual.
Menurut National Institutes of Health (NIH), disfungsi ereksi bisa memengaruhi pria dari segala usia.
Namun risikonya cenderung meningkat seiring bertambahnya usia.
Seperti dilansir laman Healthline, disfungsi ereksi dapat menyerang pria berusia di bawah 60 tahun (12 persen), pria berusia 60 tahun (22 persen), dan pria berusia 70 tahun ke atas (30 persen).
Baca juga: 2 Penyebab Disfungsi Ereksi, Pria Perlu Tahu
Saat pria terangsang secara seksual, otak menyebabkan darah mengalir ke penis, membuat penis lebih besar dan kencang.
Mencapai dan memertahankan ereksi membutuhkan pembuluh darah yang sehat.
Dalam kondisi ini, darah mengalir ke penis kemudian menutup, menjaga darah tetap di area penis selama pria mendapatkan gairah seksual.
Pembuluh darah kemudian membuka dan membiarkan darah mengalir kembali saat gairah seksual berakhir.
Banyak penyakit dan kondisi medis yang menyebabkan kerusakan fisik pada arteri, saraf, dan otot, atau memengaruhi aliran darah, yang semuanya berujung pada disfungsi ereksi, yaitu:
Baca juga: Adakah Kaitan antara Masturbasi dan Disfungsi Ereksi?
Gangguan saraf seperti operasi punggung dan otak, penyakit Parkinson, dan multiple sclerosis memengaruhi sinyal saraf dan juga dapat memicu disfungsi ereksi.
Faktor-faktor lain yang mempersulit pria memertahankan ereksi meliputi:
Baca juga: Pria Jangkung Berisiko Terkena Kanker Prostat Agresif
Kondisi fisik dan medis bukan satu-satunya penyebab disfungsi ereksi.
Stres, kecemasan, depresi, rendah diri, dan masalah hubungan semuanya dapat berdampak negatif dalam mencapai dan memertahankan ereksi.
Ada berbagai obat-obatan yang bisa membantu menangani disfungsi ereksi seperti Cialis, Viagra, atau Levitra.