Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/01/2023, 19:00 WIB
Gading Perkasa,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ketika mendengar sebutan ekstrovert, pikiran kita langsung tertuju pada orang-orang yang ceria dan aktif dalam bersosialisasi.

Berbeda dari orang dengan kepribadian introvert, orang ekstrovert senantiasa penuh energi dan menyebarkan aura positif.

Meski demikian, orang ekstrovert juga bisa terkena stres dan depresi lho.

Hanya saja, orang terdekat seperti teman atau anggota keluarga lebih sulit mendeteksi gejala depresi pada orang ekstrovert ketimbang orang introvert.

Baca juga: Tips Memilih Warna Pakaian untuk Ekstrovert dan Introvert

Fakta ini "tertuang" pada studi yang dimuat dalam jurnal International Psychogeriatrics.

Alasan depresi pada ekstrovert sulit dideteksi

Peneliti studi Paul D. Duberstein, profesor psikiatri di University of Rochester Medical Center di New York, AS menjelaskan mengapa gejala stres dan depresi sulit dikenali pada orang ekstrovert.

Ia menilai, orang terdekat mungin kesulitan melihat orang ekstrovert yang bahagia dan menyenangkan sebagai orang yang sedih atau tertekan.

"Jika saya tahu seseorang ekstrovert, saya tahu mereka bersikap hangat, sosial, menyenangkan," kata Duberstein kepada MyHealthNewsDaily.

"Sangat sulit bagi seseorang untuk melihat orang ekstrovert selain dari itu."

Peneliti bertanya kepada hampir 200 orang berusia 60 tahun ke atas untuk mengungkapkan apakah mereka mengalami depresi atau memiliki riwayat depresi.

Kemudian, peneliti menilai tingkat ekstroversi peserta melalui tes kepribadian, serta mewawancarai teman dan anggota keluarga mereka tentang apakah peserta pernah mengalami depresi atau tidak.

Para peneliti juga sudah memperhitungkan faktor-faktor seperti kedekatan dan lamanya hubungan.

Baca juga: Ini Dia 3 Tips agar Introvert dan Ekstrovert Bisa Hidup Bersama

Hasil studi

Hasilnya, semakin ekstrovert individu, semakin kecil kemungkinan teman dan anggota keluarga memperhatikan gejala depresi pada individu tersebut.

Duberstein tidak mengharapkan hasil ini. Justru dia berharap orang introvert akan lebih sulit mengungkapkan tanda-tanda depresi.

"Kami menjalankan analisis ini dengan berbagai cara untuk memastikan temuan itu kuat, dan saya tidak bisa membantah temuan itu," tuturnya.

Walau peserta yang dilibatkan adalah orang berusia lanjut, temuan ini juga bisa berlaku untuk orang yang lebih muda.

"Gagasan gambaran yang lebih besar adalah ketika depresi terlewatkan, maka itu tidak terlewatkan secara acak," lanjut Dubenstein.

"Orang dengan gaya kepribadian tertentu lebih mungkin mengalami depresi yang tidak disadari oleh teman dan anggota keluarga, itulah intinya."

Baca juga: 3 Tips agar Pasangan Introvert dan Ekstrovert Bisa Hidup Damai

Duberstein menekankan agar kita tidak terlalu cepat berasumsi jika orang ekstrovert yang dicintai tampak selalu bahagia dan tidak pernah stres atau depresi.

"Hanya karena orang itu bahagia, supel, mudah bergaul, hangat, dan suka berteman, bukan berarti mereka kebal dari depresi," papar Dubenstein.

Studi ini merupakan bagian dari studi besar yang meneliti mengapa lansia memiliki tingkat bunuh diri lebih tinggi daripada orang yang lebih muda.

Dalam temuan tersebut, orang tua yang imajinatif dan terbuka terhadap pengalaman baru lebih kecil kemungkinannya untuk bunuh diri dibandingkan orang yang berpikiran sempit dan tidak fleksibel.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com