Lalu, Jantz pun menduga bahwa kemungkinan ada peningkatan agorafobia pasca-Covid, yang memaksa semua orang untuk berdiam diri di rumah.
Apalagi menurut WHO, Covid-19 memicu peningkatan kecemasan dan depresi sebesar 25 persen di seluruh belahan dunia.
Kendati demikian, masih belum jelas apakah ada peningkatan agorafobia saat Covid-19, karena menghindari ruang publik mungkin merupakan respons alami untuk mencegah diri tertular virus.
Menurut Jantz, penting bagi kita untuk menentukan apa ada hal lain yang mengakibatkan rasa kecemasan sebelum memutuskan untuk berobat.
Pengobatan untuk agarofobia sendiri biasanya melibatkan terapi bicara, seperti cognitive behavioral therapy (CBT) atau dialectical behavioral therapy (DBT).
Terapi ini akan membantu penderitanya memahami apa yang membuat dirinya mengalami panic attack, dan memberi cara agar mereka bisa mengatasinya.
Lalu bagi penderita agoraphobia yang tidak ingin meninggalkan tempat tinggalnya, beberapa terapis menawarkan sesi terapi via video atau telepon.
Selain itu, pengobatan dengan pemberian obat seperti antidepresan atau obat anti kecemasan pun bisa dilakukan.
Baca juga: 8 Pengakuan Pangeran Harry tentang Kate Middleton di Memoarnya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.