Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Ikko Anata
KOMPAS.com - Memaafkan adalah perbuatan yang tak mudah dilakukan bagi beberapa orang. Mungkin saja orang tersebut telah memiliki trauma mendalam hingga membekas jadi luka yang tak akan hilang.
Namun, ternyata memendam perasaan dendam bisa berpengaruh pada kesehatan mental. Hal ini pula yang disampaikan oleh Adjie Santosoputro, penulis dan praktisi kesehatan mental, dalam siniar Anyaman Jiwa bertajuk “Memaafkan, Apa Untungnya Buat Kita?” dengan tautan akses dik.si/AJXAdjieP3.
Adjie pun memberikan makna dari memaafkan, “Memaafkan itu akan membuat kita lebih sehat secara mental dan fisik karena dengan memegang api kemarahan yang terbakar itu justru diri kita sendiri.”
Memaafkan adalah sikap yang penuh tantangan. Banyak orang yang merasa ia sudah memaafkan tapi itu semua hanya ucapan belaka. Sementara itu, hatinya masih dipenuhi dendam karena tak terima dan sulit untuk memaafkan.
Memaafkan berada di level yang paling sulit ketika orang yang bersalah tampaknya tidak pantas menerima maaf itu. Justru, kita merasa mereka diloloskan dari segala perbuatan mereka yang telah merugikan kita.
Baca juga: Meditasi: Akses Mudah untuk Hadapi Stres
Namun, hal tersebut wajar terjadi sebab melupakan kejadian yang menyakitkan tidak mudah. Akan tetapi, satu hal yang bisa diingat adalah memaafkan agar kita bisa lepas dari orang tersebut.
Satu studi Toussaint, dkk. (2017) mengungkapkan orang yang lebih dulu memaafkan memiliki lebih sedikit stres yang akhirnya berpengaruh pada meningkatnya kesehatan mental. Hal ini ditunjukkan dengan berkurangnya gejala-gejala kondisi mental yang diderita.
Penelitian lain menunjukkan bahwa sikap memaafkan yang dilakukan dengan sengaja bisa berpengaruh pada pengurangan emosi negatif, meningkatnya perasaan emosi positif dan hubungan positif dengan orang lain.
Sikap ini juga mampu membuat kita dapat mengidentifikasi makna dan tujuan hidup yang lebih besar.
Penelitian lain pada 2015 menemukan bahwa memaafkan bisa membuat kita melupakan kejadian atau peristiwa yang menjadi sumber dendam. Hal ini sangat penting karena merupakan langkah awal dalam fase penerimaan.
Untuk mampu memaafkan, kita tak bisa melakukannya dalam waktu singkat. Untuk itu, mengutip Hopkins Medicine, ada beberapa langkah yang bisa kita praktikkan.
Ingatlah peristiwa itu dan renungkan kembali. Jika perlu, rasakan lagi bagaimana rasa sakitnya agar kita mampu memvalidasinya. Setelah berhasil mengingat kembali, artinya kita memvalidasi bahwa peristiwa itu adalah bagian dari hidup kita.
Setelah merenung, kita bisa mencari kisah yang mungkin serupa dengan kejadian yang kita alami. Bacalah dan dengarkan bagaimana pengalaman mereka agar kita tak merasa sendiri.
Setelah itu, cobalah mulai memaafkan secara perlahan. Mungkin ini adalah tahap yang paling sulit karena akan selalu teringat dengan pelaku dari kejadian buruk yang menimpa kita. Namun, yakinkanlah kalau kita memaafkan demi kesejahteraan diri sendiri.
Baca juga: Cara Membangun Kepercayaan Tim Saat Remote Working