Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rage-Applying, Tren Karier Baru di Kalangan Gen Z

Kompas.com - 20/01/2023, 14:45 WIB
Gading Perkasa,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

Sebagian warganet berkomentar pada unggahan video Redweez, dan membagikan kisah sukses penerapan rage-applying mereka sendiri yang menghasilkan kenaikan gaji signifikan.

"Rage-applied, kemudian bernegosiasi dalam kemarahan, dan menggandakan gaji saya dengan pekerjaan baru," tulis pengguna TikTok bernama Ana.

"Saya rage-applied ke banyak pekerjaan alih-alih menyiksa rekan kerja saya, saya mendapatkan kenaikan gaji 30.000 dollar AS, dan perusahaan itu adalah tempat yang sangat hangat," tulis Heather, pengguna TikTok lain.

Bahkan, ada satu pengguna TikTok yang melakukan rage-applying setelah tidak dipromosikan meskipun ia memiliki masa kerja paling lama di kantor.

"Satu bulan kemudian, saya pergi dan menghasilkan 15.000 dollar AS lebih banyak dengan jam kerja lebih sedikit."

Bukan konsep yang baru

Meski video Redweez menjadi viral dan dibanjiri komentar di TikTok, mencari peran lain saat frustrasi bekerja di tempat yang sekarang bukanlah konsep yang baru.

Dalam survei April 2022, sekitar 52 persen karyawan platform Lattice yang sudah bekerja selama tiga bulan atau kurang mengaku jika mereka berusaha untuk keluar.

Bagi mereka yang sudah bekerja selama 3-6 bulan, angka itu melonjak menjadi 59 persen.

Hampir tiga perempat (74 persen) dari 2.000 responden mengatakan mereka akan meninggalkan peran mereka saat ini dalam waktu 6-12 bulan ke depan.

"Di pasar kerja yang begitu aktif, pekerja baru menyadari bahwa tidak perlu bertahan selama 12-18 bulan dalam pekerjaan yang tidak memenuhi kebutuhan atau harapan mereka," kata Dave Carhart, wakil presiden Lattice.

Kecenderungan untuk melamar kerja secara agresif cenderung terjadi pada milenial dan gen Z.

Dalam survei tahun 2022 dari The Muse, hanya 23 persen baby boomer, 33 persen generasi X, dan 41 persen milenial tua (35-44 tahun) yang mengaku terus mencari pekerjaan.

Di sisi lain, tiga dari lima gen Z terus mencari pekerjaan, bersama 59 persen generasi milenial yang lebih muda.

"Individu perlu khawatir terlihat seperti pencari kerja ketika mereka memiliki pola meninggalkan pekerjaan dengan cepat," kata Alison Green, pakar perekrutan dan manajemen di Ask a Manager.

"Tetapi ada begitu banyak hal yang terjadi saat ini, sehingga calon pemberi kerja jauh lebih bersedia mengabaikan masa kerja singkat calon karyawan daripada sebelumnya."

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com