KOMPAS.com - Keberlanjutan lingkungan atau sustainability masih menjadi tantangan yang kerap dihadapi para pelaku di industri fesyen.
Industri ini dikatakan menyumbang emisi karbon dan limbah yang berpotensi mencemari serta merusak lingkungan.
Hal itu mencakup proses produksi, distribusi, produk yang dihasilkan, limbah berupa cairan, sisa pakaian hingga pewarnaan kimia.
Belum lagi soal perilaku konsumtif dari konsumen dan perkembangan tren fesyen yang mendorong hadirnya produk baru yang lebih masif.
Jumlah pakaian tidak terpakai juga menjadi lebih banyak, berakhir di tempat pembuangan begitu saja sehingga limbah tekstil menumpuk dan merusak ekosistem.
Menyadari dampak industri fesyen yang mengkhawatirkan, SukkhaCitta, brand lokal yang fokus di industri mode membangun lini bisnisnya untuk lebih berdaya dan melestarikan lingkungan dari hulu sampai hilir.
Mereka melakukan perbaikan ekonomi kepada para wanita, perajin dan petani di desa-desa yang ada di Indonesia dengan menghasilkan kain, batik, dan tenun berkualitas.
Brand lokal yang baru saja menghadirkan gerai pertamanya di Ashta, Jakarta Selatan ini terus berupaya untuk menjadi jembatan antara konsumen dan pengrajin serta petani di desa untuk bisa meningkatkan taraf kehidupannya.
"Kini lebih dari 1.500 kehidupan juga turut merasakan dampaknya," demikian kata Denica Riadini-Flesch, founder dan CEO SukkhaCitta, belum lama ini di Jakarta.
Sebagai salah satu pelopor perusahaan sosial yang menggunakan mode untuk menciptakan perubahan signifikan, SukkhaCitta secara konsisten berupaya menciptakan dampak positif kepada manusia dan bumi.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.