Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pendiri SukkhaCitta, Berdayakan Perajin dan Pelestari Lingkungan

Kompas.com - 23/01/2023, 06:05 WIB
Dinno Baskoro,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

Berpegang pula pada konsep farm-to-closet, SukkhaCitta memproduksi pakaian yang secara keseluruhan diproduksi sendiri dari awal hingga produk fashion jadi dan siap dijual.

Dia dan timnya memberdayakan para petani kapas dan perajin di desa mungkin yang selama ini kurang mendapatkan perhatian. 

"Di beberapa desa kami mengembangkan produksi kapas sendiri, yang kemudian dan diolah menjadi kain sampai menjadi busana," lanjut Denica.

SukkhaCitta menanam kapas sendiri dengan menggunakan metode tumpang sari, sebuah metode dengan kearifan lokal yang alami agar terhindar dari hama tanpa menggunakan pestisida.

"Jadi para petani dalam satu lahan tak cuma menanam kapas, tapi beberapa tanaman lainnya yang bermanfaat."

"Seperti cabai, jagung, kacang hijau, labu, kopi dan lain sebagainya," kata Denica.

Dengan metode ini, secara tidak langsung sejumlah tanaman lain tersebut dapat dimanfaatkan para petani sekaligus menjadi tanaman pengusir hama.

Kapas yang ditanam itupun kemudian menghasilkan kain, yang setelahnya dijadikan pakaian untuk dikenakan dan 100 persen dapat ditelusuri asalnya.

Material pembuatan kain yang semuanya berasal dari juga meminimalisasi jejak karbon, meminimalisasi distribusi melalui kendaraan.

Semua bahan yang digunakan itu natural dan biodegradable termasuk pada pewarnaan alami dari tanaman seperti sweet indigo, golden terminalia, mahogani, secang, hingga pelepah pisang.

“Saya keliling ke desa-desa mencari resep nenek moyang bagaimana dulu mewarnai pakaian pakai apa."

"Berangkat dari situ terus mencari tanamannya, ketika tanamannya sudah tidak ada maka kita tanam kembali."

"Kemudian di sini kita mulai memasukkan petani di dalam rantai pasok kita. Produk menggunakan pewarnaan alami,” jelas Denica.

Sejak didirikan enam tahun lalu, kini semua para petani dan perajin menerapkan proses pembuatan item fesyen yang meminimalisasi limbah.

SukkhaCitta juga menerapkan metode jahit upcycling untuk mengurangi limbah tekstil yang tidak terpakai.

Sisa dari kain besar yang sudah dirancang menjadi baju semuanya dikumpulkan.

Untuk sisa kain yang besar akan disortir lagi yang nantinya akan dijadikan busana yang baru.

Sedangkan pada sisa kain berukuran kecil, semuanya masih bisa dipakai untuk dijadikan aksen pakaian, ditumbuk dan dicacah lagi untuk dijadikan tag baju atau barang lain yang memiliki nilai lebih.

Konsep farm to closet pada pakaian yang diproduksi tak cuma dilihat dari proses pembuatan material hingga menjadi item fesyen tanpa sisa tekstil.

Tapi juga benar-benar dipikirkan bagaimana sebuah baju itu dapat kembali terurai ke tanah semisal agar tidak mencemari lingkungan.

Lantaran semua materialnya terbuat dari bahan alami, maka dapat dipastikan semua busana atau item yang diproduksi itu bisa dengan mudah terurai di tanah tidak seperti baju-baju lainnya.

"Kapas yang kami tanam sendiri ini pun seratnya beda. Lebih adem kalau dipakai dan nyaman untuk cuaca di Indonesia," papar Denica.

Baca juga: Material Kulit Jamur, Konsep Sustainable Fashion yang Ramah Lingkungan 

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com