Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/01/2023, 05:48 WIB
Gading Perkasa,
Wisnubrata

Tim Redaksi

"Seiring bertambahnya usia manusia, kita meningkatkan perkembangan psikososial dan neurologis, menganggap orang lain menguap sebagai isyarat bahwa kita juga harus menguap," ujar Saghir.

Menguap bukan satu-satunya perilaku yang ditiru manusia.

Sebagai contoh, kita seringkali secara otomatis meniru kata-kata (echolalia) atau tindakan (echopraxia) orang lain, catat Saghir.

Ternyata, tindakan meniru itu wajar, karena otak seseorang terhubung untuk meniru orang-orang di sekitarnya.

"Studi menunjukkan menguap memicu 'mirror neurons' di girus frontalis inferior di kanan otak, yang aktif saat melakukan perilaku dengan tujuan untuk meniru."

"Itu membuat refleks menguap secara fisik tidak mungkin dicegah karena otak kita terhubung untuk tidak mencegahnya," tambah Saghir.

Saghir mencatat, reaksi ini hanya terjadi pada otak yang sudah berkembang sempurna.

"Sebagai orang dewasa yang sehat secara mental, perkembangan psikososial akan membuat kita menguap ketika orang lain melakukannya," tutur dia.

"Namun pada individu yang tidak memiliki perkembangan mental yang benar, efek menular dari menguap tidak terlihat."

Studi pada anak-anak yang masih mengembangkan mekanisme saraf hanya ditemukan menguap dalam keadaan lelah, bukan sebagai respons terhadap orang lain yang menguap.

Demikian pula, orang dewasa dengan kondisi seperti autisme atau skizofrenia yang memiliki perkembangan sosial berbeda tidak "tertular" orang lain yang menguap.

Ada juga studi yang membuktikan, seseorang cenderung ikut menguap lebih sering ketika memiliki ikatan atau hubungan yang lebih dekat dengan orang yang menguap.

"Jika anggota keluarga menguap, kita cenderung menguap dibandingkan dengan orang asing."

"Ini karena hubungan empatik yang dibuat otak kita, sehingga kita lebih berempati dengan orang yang menguap dan ingin mencerminkan tindakan mereka secara tidak sengaja," kata Saghir.

Baca juga: Mengapa Menguap Menular?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com