KITA tidak bisa pungkiri bahwa peran pemimpin amat krusial di era ketidakpastian yang ekstrim seperti saat ini. Pemimpin di lintas sektor memiliki tuntutan yang besar dan lebih rumit dari sebelumnya. Ia harus mampu menyelesaikan berbagai permasalahan, baik itu sifatnya internal maupun eksternal.
Masalah intenal dan eksternal memiliki kerumitannya sendiri. Karena rumitnya permasalahan yang dihadapi, pemimpin harus punya berbagai kecerdasan agar mampu melaksanakan tugasnya dengan baik.
Saya mengamati bahwa ada tiga kecerdasan vital yang pemimpin harus kuasai di masa seperti tahun 2023 ini. Tiga kecerdasan ini sangat relevan untuk menunjang pelaksanaan tugas pemimpin, sekaligus menunjukkan kapabilitas dari seorang pemimpin itu sendiri di era VUCA (volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity/gejolak, tidak pasti, kompleks, dan ambigu) ekstrim saat ini.
Baca juga: Tantangan Manajemen Strategi di Era VUCA dan Cara Menghadapinya
Kecerdasan linguistik merupakan salah satu kecerdasan yang wajib dimiliki setiap pemimpin. Howard Gardner dalam bukunya berjudul Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences, menyebutkan, kecerdasan linguistik adalah kemampuan yang berkaitan dengan pemahaman dan penggunaan bunyi, ritme, dan makna kata serta fungsi bahasa.
Sederhananya, kecerdasan linguistik berkaitan dengan kepekaan kita dalam mengidentifikasi emosi dan makna dalam suatu kata atau kalimat. Seringkali kecerdasan linguistik diidentikkan dengan penulis dan penyair.
Kita mengetahui bahwa penulis dan penyair memiliki kecerdasan bahasa yang sangat baik, seperti JK Rowling, William Shakespeare, Stephen King. Mereka punya kemampuan olah kata, bahasa, dan ritme agar seseorang bisa merasakan suatu emosi dan makna. Inilah yang membuat karya penulis-penulis itu diingat pembacanya.
Pemimpin pun juga dituntut untuk memiliki kecerdasan lingustik yang baik. Alasannya adalah karena komunikasi. Esensi kepemimpinan adalah soal komunikasi: bagaimana kita mengomunikasikan visi dan misi serta kepentingan dengan anggota kita, mitra kolaborasi, dan masyarakat umum.
Alhasil, kemampuan linguistik dibutuhkan untuk menunjang kemampuan komunikasi dari setiap pemimpin, terlebih ia berhubungan dengan banyak orang. Setiap orang memiliki pola komunikasi dan penggunaan bahasa yang berbeda, sehingga pemimpin perlu memperhatikan pemakaian bahasa dalam komunikasi. Tanpa kemampuan komunikasi yang baik, seseorang tidak akan mampu menjadi pemimpin yang baik dan cakap.
Banyak survei yang mengungkapkan peran komunikasi pada praktik kepemimpinan. Riset JOTW 2021 menemukan 80 persen organisasi menempatkan komunikasi menjadi titik pusat. Survei Duarte tahun 2022 menemukan 84 persen menempatkan komunikasi menjadi lebih penting sejak pandemi Covid-19.
Melihat konteks waktu penelitiannya yang dilakukan pada era pandemi, hasil itu perlu kita pahami bersama. Di tahun-tahun pandemi saat semua pekerja mengalami burnout, kehilangan orang terkasih, dan kesulitan ekonomi. Komunikasi perlu jadi lebih empatik dan humanis. Pemimpin perlu menggunakan bahasa yang menunjukkan bahwa ia peduli terhadap pekerjanya.
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.