Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Taufan Teguh Akbari
Dosen

Pengamat dan praktisi kepemudaan, komunikasi, kepemimpinan & komunitas. Saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Rektor 3 IKB LSPR, Head of LSPR Leadership Centre, Chairman Millennial Berdaya Nusantara Foundation (Rumah Millennials), Pengurus Pusat Indonesia Forum & Konsultan SSS Communications.

Tiga Kecerdasan Utama untuk Pemimpin di Era Ketidakpastian

Kompas.com - 24/01/2023, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KITA tidak bisa pungkiri bahwa peran pemimpin amat krusial di era ketidakpastian yang ekstrim seperti saat ini. Pemimpin di lintas sektor memiliki tuntutan yang besar dan lebih rumit dari sebelumnya. Ia harus mampu menyelesaikan berbagai permasalahan, baik itu sifatnya internal maupun eksternal.

Masalah intenal dan eksternal memiliki kerumitannya sendiri. Karena rumitnya permasalahan yang dihadapi, pemimpin harus punya berbagai kecerdasan agar mampu melaksanakan tugasnya dengan baik.

Saya mengamati bahwa ada tiga kecerdasan vital yang pemimpin harus kuasai di masa seperti tahun 2023 ini. Tiga kecerdasan ini sangat relevan untuk menunjang pelaksanaan tugas pemimpin, sekaligus menunjukkan kapabilitas dari seorang pemimpin itu sendiri di era VUCA (volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity/gejolak, tidak pasti, kompleks, dan ambigu) ekstrim saat ini.

Baca juga: Tantangan Manajemen Strategi di Era VUCA dan Cara Menghadapinya

Linguistic Intelligence

Kecerdasan linguistik merupakan salah satu kecerdasan yang wajib dimiliki setiap pemimpin. Howard Gardner dalam bukunya berjudul Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences, menyebutkan, kecerdasan linguistik adalah kemampuan yang berkaitan dengan pemahaman dan penggunaan bunyi, ritme, dan makna kata serta fungsi bahasa.

Sederhananya, kecerdasan linguistik berkaitan dengan kepekaan kita dalam mengidentifikasi emosi dan makna dalam suatu kata atau kalimat. Seringkali kecerdasan linguistik diidentikkan dengan penulis dan penyair.

Kita mengetahui bahwa penulis dan penyair memiliki kecerdasan bahasa yang sangat baik, seperti JK Rowling, William Shakespeare, Stephen King. Mereka punya kemampuan olah kata, bahasa, dan ritme agar seseorang bisa merasakan suatu emosi dan makna. Inilah yang membuat karya penulis-penulis itu diingat pembacanya.

Pemimpin pun juga dituntut untuk memiliki kecerdasan lingustik yang baik. Alasannya adalah karena komunikasi. Esensi kepemimpinan adalah soal komunikasi: bagaimana kita mengomunikasikan visi dan misi serta kepentingan dengan anggota kita, mitra kolaborasi, dan masyarakat umum.

Alhasil, kemampuan linguistik dibutuhkan untuk menunjang kemampuan komunikasi dari setiap pemimpin, terlebih ia berhubungan dengan banyak orang. Setiap orang memiliki pola komunikasi dan penggunaan bahasa yang berbeda, sehingga pemimpin perlu memperhatikan pemakaian bahasa dalam komunikasi. Tanpa kemampuan komunikasi yang baik, seseorang tidak akan mampu menjadi pemimpin yang baik dan cakap.

Banyak survei yang mengungkapkan peran komunikasi pada praktik kepemimpinan. Riset JOTW 2021 menemukan 80 persen organisasi menempatkan komunikasi menjadi titik pusat. Survei Duarte tahun 2022 menemukan 84 persen menempatkan komunikasi menjadi lebih penting sejak pandemi Covid-19.

Melihat konteks waktu penelitiannya yang dilakukan pada era pandemi, hasil itu perlu kita pahami bersama. Di tahun-tahun pandemi saat semua pekerja mengalami burnout, kehilangan orang terkasih, dan kesulitan ekonomi. Komunikasi perlu jadi lebih empatik dan humanis. Pemimpin perlu menggunakan bahasa yang menunjukkan bahwa ia peduli terhadap pekerjanya.

Sally Clarke, peneliti well-being dan burnout menunjukkan bagaimana pemimpin dengan kecerdasan linguistik yang cakap melakukan komunikasi. “Communicating with full presence and the conscious intention to listen, hear deeply, understand, and support the other — in such a way that they leave the interaction feeling heard and understood.”

Dengan mendengar secara efektif, kita mampu mendeteksi makna tersirat dan tersurat, sehingga kita dapat merespon lebih tepat. Yang bisa jadi catatan kita adalah bahwa situasi dan kondisi memengaruhi penggunaan bahasa.

Misalnya untuk memotivasi pekerjanya, penelitian Gutierrez-Wirsching, et al. (2015) mengungkapkan bahwa motivating language dapat menjadi salah satu faktor bagaimana servant leader meningkatkan semangat anggotanya. Ketika pemimpin mengalami perasaan yang campur aduk, Xiao, et al. (2015) mengatakan bahwa pemimpin bisa lebih memunculkan empati dan rasa tulus saat berkomunikasi.

Riset dari Yue, et al. (2022) menunjukkan bahwa manajer yang menerapkan komunikasi empatik ketika dalam masa perubahan organisasi, berdampak positif pada kepercayaan afektif, persepsi hubungan terhadap organisasi, dan niat untuk pindah tempat kerja.

Singkatnya, penggunaan bahasa dan kata punya dampak positif jika kita pandai menggunakan kata dan bahasa yang tepat. Hal ini karena ada banyak faktor yang memengaruhi pendekatan komunikasi pemimpin, seperti media, situasi, dan kondisi dari komunikan itu sendiri.

Ketiga hal itulah yang memengaruhi pendekatan dan bahasa seperti apa yang cocok digunakan. Isaac Oates, CEO dari perusahaan software Justworks, platform untuk menunjang kerja HR, menegaskan hal itu.

Dia mengatakan, “Words are important. It’s through our words that we communicate our intentions.” Kecerdasan komunikasi berkaitan dengan bagaimana pemimpin menggunakan bahasa, kata, dan makna yang tepat.

Adaptability Intelligence

Tak hanya kecerdasan linguistik, pemimpin juga harus memiliki kecerdasan adaptabilitas. Dalam buku Adaptability: A Primer, kecerdasan adaptabilitas disebut sebagai kombinasi kecerdasan sosial dan emosional, di mana pemimpin memiliki fleksibilitas untuk menangani perubahan, menyeimbangkan berbagai tuntutan, dan beradaptasi dengan situasi baru dengan ide-ide segar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com