Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Taufan Teguh Akbari
Dosen

Pengamat dan praktisi kepemudaan, komunikasi, kepemimpinan & komunitas. Saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Rektor 3 IKB LSPR, Head of LSPR Leadership Centre, Chairman Millennial Berdaya Nusantara Foundation (Rumah Millennials), Pengurus Pusat Indonesia Forum & Konsultan SSS Communications.

Tiga Kecerdasan Utama untuk Pemimpin di Era Ketidakpastian

Kompas.com - 24/01/2023, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Bagi saya, ini merupakan kecerdasan yang vital karena dua hal. Pertama, kita tidak lagi bisa menyelesaikan masalah sendiri, terlebih sumber daya kita terbatas. Kedua, kolaborasi membuat kita bisa saling belajar dan memperluas jangkauan kita.

Kecerdasan ini dianggap sangat penting oleh banyak orang. Dalam lingkup internal organisasi misalnya, studi Carr & Walton (2014) menemukan bahwa bekerja kolaboratif membuat kita bisa 64 persen lebih lama bertahan di suatu tugas dibandingkan dengan bekerja secara mandiri.

Tidak hanya itu, Hindi & Frenkel (2022) meneliti efek kolaborasi di 195 perusahaan high-tech. Hasil menunjukkan bahwa perusahaan yang berkolaborasi dengan pihak luar pendapatannya meningkat 3,95 kali dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan kolaborasi.

Studi PwC yang bertajuk Global Digital Trust 2023 menegaskan peningkatan keamanan siber salah satunya disebabkan oleh kolaborasi di tingkat C-level. Salah satunya adalah 79 persen responden mengatakan adanya peningkatan dalam hal keamanan operasional teknologi.

Sedangkan, 77 persen responden berkata bahwa kemampuan perusahaan untuk bertahan dari serangan ransomware meningkat. Selain itu, 73 persen mengakui adanya perbaikan kolaborasi dengan departemen engineering.

Ilustrasi ini cukup menggambarkan betapa pentingnya collaborative intelligence, khususnya pemimpin. Peningkatan keamanan siber menunjukkan peran Chief of Information Security Officer dalam mengorkestrasi kolaborasi antar tim sehingga menghasilkan peningkatan yang baik di bidang keamanan siber.

Selain itu, iklim kolaboratif membuat seseorang bisa melakukan problem-solving dengan pekerja yang lain, sehingga ia bertahan dengan suatu tugas. Selain itu, banyak kisah-kisah menarik tentang kolaborasi antar instansi, yang memperlihatkan bagaimana pemimpin punya kecerdasan kolaboratif yang baik.

Perguruan tinggi berkolaborasi dengan industri berbasis teknologi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusianya dan mengembangkan teknologi metaverse. Kontribusi ini bersifat holistik, mulai dari pengembangan pendidikan dan penelitian.

Danone Specialized Nutrition Indonesia – melalui brand SGM Eksplor – berkolaborasi dengan Alfamart membuat gerakan sosial yang bertajuk “Tunjuk Tangan untuk Generasi yang Maju Indonesia.” Tujuan gerakan ini adalah untuk memberikan akses nutrisi dan pendidikan dengan dukungan fasilitas laptop, paket perlengkapan sekolah dan paket nutrisi untuk anak-anak pendidikan usia dini.

Kerja sama yang dilakukan organisasi di atas adalah bukti bahwa pemimpin saat ini memiliki kecerdasan kolaboratif yang sangat baik. Pemimpin punya keinginan dan kerendahan hati untuk melakukan kolaborasi. Pemimpin-pemimpin ini sadar betapa pentingnya kolaborasi agar bisa menjangkau lebih banyak orang.

Oliver Wendell Homes Jr, seorang associate justice dari Mahkamah Agung AS mengatakan, “Many ideas grow better when transplanted into another mind than the one where they sprang up.” Inilah yang dilakukan pemimpin kolaboratif. Ia sadar bahwa ide-ide besar dapat bertumbuh ketika ada banyak orang yang berkontribusi di dalamnya.

Jika ingin merangkum semuanya, kolaborasi adalah kecerdasan yang mencakup kecerdasan linguistik dan kecerdasan adaptif. Berkolaborasi dengan pihak lain membutuhkan kesamaan visi dan misi.

Itu bisa terjadi apabila pemimpin mengetahui cara untuk berkomunikasi dan menyampaikan tujuannya dengan menggunakan bahasa yang tepat. Sedangkan, kecerdasan adaptif konteksnya adalah pemimpin tahu bahwa untuk beradaptasi dengan zaman, kolaborasi menjadi hal yang tidak terhindarkan.

Banyaknya kolaborasi yang terjadi menjadi bukti bahwa organisasi mencoba untuk menyikapi tantangan zaman dengan berbagi peran dan sumber daya.

Baca juga: 4 Kunci Menjadi Pemimpin Bisnis di Era Revolusi Industri 4.0

Kesemua kecerdasan tersebut penting bagi pemimpin saat ini. Kita butuh pemimpin yang bisa beradaptasi dengan zaman dan mampu berkolaborasi dengan banyak pihak. Kita juga membutuhkan pemimpin yang punya kepekaan dalam penggunaan bahasa, kata, dan makna, sehingga penguasaan terhadap tiga kecerdasan ini sifatnya wajib.

Karena itu, saya mendorong pemimpin saat ini, khususnya pemimpin muda untuk terus belajar, berkolaborasi, dan berani untuk berinovasi. Dengan melakukan tiga hal itu, lambat laun, tiga kecerdasan ini (adaptif, kolaboratif, dan linguistik) akan dikuasai. Indonesia pasti naik kelas!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com