Jika sudah terjebak dengan situasi yang memberatkan kita dalam bekerja, cobalah menjalin koneksi lain.
Bisa dengan atasan atau rekan kerja di lain divisi, atau membangun koneksi di luar pekerjaan.
Membina hubungan baik ini bisa menjadi pintu baru bagi peluang karier kita yang lebih cemerlang.
Atau paling tidak, hubungan baik ini bisa meningkatkan produktivitas kita dalam bekerja yang tidak pernah merasa bahagia berada di divisi bersama dengan atasan toxic.
Memiliki atasan atau bos toxic bukan berarti menjebak kita untuk tidak bisa berkembang.
Lihat lagi ke dalam diri sendiri, gali potensi itu yang belum pernah tercapai dan cobalah untuk mengembangkan diri.
Cara ini bisa menjadi alternatif bagi kita untuk mendapatkan peluang baru.
Terkadang, bos yang toxic adalah bagian dari manajemen tim yang toxic juga, sehingga hal itu akan menjadi "lingkaran setan" di kantor tersebut.
Tapi, cobalah amati dari sisi lain, misalnya saja tim HRD yang biasanya netral dan tidak terlibat di drama kantor.
Meminta bantuan ke tim HRD mungkin dapat membantu menyelesaikan masalah, tapi ingat, kalau bisa dokumentasikan semua perilaku toxic dari atasan yang benar-benar mengganggu kinerja kita selama ini.
Jangan sampai mengutarakan hal-hal yang tampak hanya menyelamatkan diri sendiri. Paling tidak kita bergerak meminta bantuan ke divisi lain agar terlihat seperti sedang menyelamatkan "satu kapal".
Coba telaah lagi, apakah perilaku toxic dari bos atau atasan itu hanya ditujukan kepada kita atau memang semuanya merasakan hal yang sama.
Bergabung bersama orang lain yang "senasib sepenanggungan" bisa membuat beban atasan yang toxic berkurang karena akan ada pembicaraan yang bisa membuka kesempatan untuk sekadar "membuang unek-unek".
Jika kita sudah kehabisan semua opsi lain yang membuat kita semakin nyaman dan tenang dalam bekerja, maka resign di waktu yang tepat bisa menjadi pilihan.
Mengapa di waktu yang tepat? Para ahli karier menyarankan agar tidak terburu-buru keluar dari pekerjaan tanpa ada pekerjaan baru yang sudah kita tanda-tangani.
Paling tidak ikuti regulasi kantor untuk bisa resign, misalnya H-30 atau H-3 bulan sesuai dengan kebutuhan kantor.
Setelah mendapatkan peluang kerja baru, jangan lagi ingat-ingat kelakuan bos yang toxic ini supaya kita bisa lebih bahagia dalam meniti karier.
Baca juga: Bukan Gaji, Ini 7 Alasan Utama Seseorang Resign dari Pekerjaannya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.