KOMPAS.com - Banyak anak muda harus menjalani hidup sebagai sandwich generation.
Mereka harus menanggung beban ekonomi anggota keluarga dari generasi yang berbeda.
Bukan hanya kebutuhan pasangan dan anak namun juga orangtua, mertua, keponakan hingga kadang sepupu.
Tekanan ekonomi yang dirasakan tentu amat besar sehingga tak jarang membuat stres dan mengganggu kesehatan mental kita.
Baca juga: Terjebak dalam Sandwich Generation, dari Mana Akar Masalahnya?
Namun rasanya tak tega mengakhiri hubungan dengan keluarga sendiri, maupun memutuskan dukungan ekonomi yang selama ini kita berikan.
Lucia Peppy Novianti, M. Psi, psikolog keluarga dari Wiloka Workshop, mengatakan menjadi sandwich generation memang bukan kondisi yang mudah.
Namun ada beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk menjaga kesehatan mental diri sendiri ketika situasi tersebut tak bisa terhindarkan.
Pertama, kenali batasan diri kita terkait membantu atau menghidupi anggota keluarga lainnya.
"Indikatornya adalah kemampuan kita, bukan tentang kebutuhan," jelasnya, kepada Kompas.com.
Baca juga: Khawatir Terjebak Jadi Sandwich Generation, Berikut 3 Kiat Menghindarinya
Langkah kedua yang bisa dilakukan para sandwich generation untuk menjaga kesehatan mentalnya yakni dengan meningkatkan keterampilan asertif diri.
"Bila memang masih sangat tidak mampu untuk menyampaikan kepada keluarga secara langsung, cari mediator komunkasi atau latih diri," tambah Lucia, yang merupakan jebolan Universitas Gadjah Mada.
Ia memberikan contoh, melalui komunikasi tertulis untuk penolakan yang harus disampaikan kepada keluarga.
Kita juga bisa mengupayakan untuk melakukan aktivitas pengolahan untuk setidaknya memberi kekuatan bagi mental atau psikologis diri.
"Bisa mengikuti semacam support group atau mengakses layanan kesehatan mental," tambah psikolog keluarga ini.
Baca juga: Manfaat Mindful Shower bagi Kesehatan Mental dan Cara Melakukannya
Posisi sebagai sandwich generation memang sangat kompleks sehingga tak mudah untuk melepaskan diri dari status tersebut.