"Tubuh kita terjebak dalam respons melawan atau menghindar, dan tidak bisa tenang kembali. Jadi, tubuh terus-menerus dibanjiri hormon kortisol," imbuh Albers.
"Hal ini menyebabkan peradangan, dan peradangan itulah yang membuat kita rentan terhadap penyakit kronis."
Baca juga: 6 Cara Mengatasi Stres supaya Kesehatan Mental dan Fisik Terjaga
Stres dapat menimbulkan masalah pada:
Stres bisa menyebabkan rasa sakit, sesak atau pegal pada otot, serta kejang.
Hasilnya, muncul gejala radang sendi, fibromyalgia (nyeri dan rasa sensitif pada otot yang menyebar ke sekujur tubuh), dan nyeri lainnya.
Dilaporkan American Psychological Association (APA), saat mengalami stres, otot akan menegang. Begitu stres itu hilang, otot melepaskan ketegangan.
Percaya atau tidak, stres dapat mempengaruhi jantung.
Berusaha memenuhi tugas kantor sebelum tenggat waktu --misalnya, bisa membuat detak jantung meningkat.
Terlalu banyak hormon stres kortisol dapat memperburuk kondisi jantung dan paru-paru, termasuk penyakit jantung, kelainan irama jantung, tekanan darah tinggi, stroke, dan asma.
Selain kondisi paru-paru, stres juga bisa menyebabkan sesak napas dan napas menjadi cepat.
Stres bisa memperburuk masalah kulit seperti eksim, rosacea (benjolan kemerahan di wajah), psoriasis (kulit bersisik), gatal-gatal, dan keringat berlebih.
Bahkan, stres juga merupakan salah satu penyebab rambut rontok.
Baca juga: Stress Acne, Penyebab Jerawat karena Stres dan Cara Mengatasinya
Pernahkah mengalami sakit perut karena terlalu stres?
Stres memang bisa memiliki efek samping pada sistem pencernaan, mulai dari gejala nyeri, buang gas, diare, dan sembelit hingga kondisi yang lebih kompleks seperti sindrom iritasi usus besar dan refluks asam alias Gerd.
Saat stres, kita cenderung makan lebih banyak atau lebih sedikit, yang menciptakan pola makan yang tidak sehat.
Baca juga: 9 Pantangan Penderita Asam Lambung, Merokok hingga Tidak Boleh Stres