KOMPAS.com - Banyak orang gemar pamer gaya hidup mewah di media sosial.
Ada yang pamer koleksi tas branded, liburan mewah hingga hobi otomotif yang mahal, seperti Mario Dandy Satrio.
Pemuda berusia 20 tahun yang kini terjerat kasus kekerasan ini kerap mengunggah aktivitasnya mengendarai berbagai kendaraan dengan harga miliaran.
Baca juga: Harga dan Spesifikasi Jeep Rubicon seperti Milik Mario Dandy Satrio
Hal yang membuat latar belakanganya sebagai anak pejabat pajak, Rafael Alun Trisambodo disorot, selain juga perilaku kejinya.
Orang yang pamer mungkin sekilas terlihat keren, unggul dan membuat iri karena apa yang dimilikinya.
Namun hal ini tidak selalu benar-benar menggambarkan kondisi psikologis orang tersebut.
"Dalam kebanyakan kasus, mereka yang pamer merasa tidak aman di dalam," ujar Hanan Parvez, psikolog asal Delhi, India.
Baca juga: Flexing, Tren Pamer Harta demi Gengsi dan Status Sosial
Ia menguraikan, ada banyak alasan seseorang gemar pamer, yang umumnya berkaitan dengan lingkungan sekitarnya.
Salah satu alasan paling utama adalah perasaan tidak aman sehingga tindakan pamer itu sebagai upaya untuk membuktikan jika mereka penting.
"Anda harus berusaha untuk menunjukkan kehebatan Anda," jelas Parves, dikutip dari Psychmechanics.
Ilustrasi media sosial
Namun ini biasanya dilakukan tidak di depan publik namun hanya di depan orang-orang yang ingin dibuat terkesan.
Mereka ingin disukai sehingga berusaha memberikan alasan kepada orang lain, dalam hal ini dengan kemewahan yang dimilikinya.
Baca juga: Pasangan Tak Bahagia Suka Pamer Kemesraan di Medsos? Cek Faktanya
"Pamer hanyalah upaya pikiran Anda untuk meningkatkan citra Anda dan Anda hanya akan mencoba meningkatkan citra Anda jika menurut Anda ada yang salah dengan itu," pungkas Parves.
Perilaku pamer kemewahan juga bisa dibentuk dari pengalaman masa kecil seseorang.
"Jika seorang anak dihujani banyak perhatian dari orang tuanya dan orang-orang di sekitarnya, maka ia mungkin berusaha mempertahankan tingkat perhatian itu sebagai orang dewasa dengan pamer," terang Parves.
Ia berpendapat hal ini biasanya terjadi pada anak bungsu atau anak tunggal.
Mereka berusaha mempertahankan perhatian yang didapat dengan cara-cara halus lain.
Baca juga: Apakah Masa Kecil Kita Traumatis? Begini Cara Mengetahuinya
"Di masa kanak-kanak, mereka hanya perlu menangis atau melompat-lompat untuk mendapatkan perhatian, tetapi sebagai orang dewasa, mereka menemukan cara yang lebih dapat diterima secara sosial untuk melakukan itu."
Dalam banyak kasus, anak bungsu dan tunggal cenderung terobsesi dengan pakaian bermerek, mobil kencang, gadget canggih, dan hal-hal yang dapat menarik perhatian orang.
Baca juga: Pasangan Tak Bahagia Suka Pamer Kemesraan di Medsos? Cek Faktanya
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.