Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Cara Kendalikan Dorongan Diri untuk "Menyelamatkan" Orang Lain

Kompas.com - 28/02/2023, 18:32 WIB
Ryan Sara Pratiwi,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Mencoba menolong orang lain yang sedang terbelenggu oleh masalah atau kesulitan adalah hal yang baik dan mulia.

Terlebih, sebagai manusia kita memang sudah seharusnya hidup untuk saling tolong menolong.

Kendati demikian, sifat suka menolong ini ternyata tidaklah sama dengan sifat penyelamat yang juga dikenal dengan savior complex atau white knight syndrome.

Alih-alih berusaha memberikan solusi bagi orang lain, savior complex justru tidak sehat secara psikologis karena dapat menjadi bumerang bagi diri kita sendiri.

Sebab, savior complex cenderung membuat kita berkeinginan untuk menolong orang lain secara berlebihan, yang bahkan bisa melampaui kemampuan diri kita sendiri agar dianggap sebagai pahlawan.

Hal ini tentunya akan berdampak negatif, terutama pada masalah yang ada di dalam kehidupan kita pribadi.

Baca juga: 6 Manfaat Menolong Orang Lain

Mengendalikan savior complex

Untuk itu, dilansir dari laman Psychology Today, ada beberapa cara yang kita lakukan dalam mengendalikan dorongan untuk menyelamatkan orang lain sebagai berikut.

1. Berlatihlah untuk secara aktif mendengarkan orang lain

Ketika orang curhat kepada kita, mereka sering kali mencari jalan keluar untuk mengeluarkan emosi yang terpendam dan bukannya ingin diperbaiki.

Masalah besar bagi banyak "penyelamat" adalah anggapan yang keliru bahwa orang tidak mampu menyelesaikan masalah mereka sendiri.

Jika kita bisa berlatih untuk mendengarkan dengan lebih aktif, maka kita mungkin akan mengetahui bahwa orang tersebut hanya mencari seseorang yang mendukung dan seseorang yang mau mendengarkan.

Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Positive Psychology menemukan bahwa mendengarkan dengan cermat dan mindful dapat meningkatkan tingkat kerendahan hati dalam percakapan apa pun.

Ini juga bisa menghasilkan umpan balik positif berupa peningkatan kerendahan hati dan mendengarkan dengan lebih baik.

Menurut para peneliti, berikut ini adalah dua cara untuk meningkatkan kemampuan mendengarkan kita:

• Jangan takut dengan keheningan

Momen hening sangat penting untuk membangun percakapan yang baik.

Biarkan diri kita diam untuk memungkinkan orang lain berbicara. Misalnya, ketika seorang teman datang kepada kita dengan suatu masalah, berusahalah untuk memahami daripada langsung menjawab.

Sebaliknya, perhatikan bahasa tubuh mereka, yang berbicara banyak (misalnya, bahu yang tegang dapat mengekspresikan rasa takut atau ragu-ragu).

• Percayalah pada manfaat mendengarkan

Biasakan diri kita dengan manfaat mendengarkan. Hal ini akan memotivasi kita untuk menjadi pendengar yang lebih baik.

Baca juga: Sedang Sedih? Cari Kebahagiaan dengan Menolong Orang Lain

2. Jangan berusaha untuk mengintervensi

Selain berlatih mendengarkan secara aktif, tahanlah keinginan diri kita untuk melakukan intervensi.

Kita mungkin beranggapan bahwa menolong orang lain secara langsung tanpa harus menunggu adalah satu-satunya jalan keluar yang nyata.

Sayangnya, jika kita mencoba untuk menjadi pemecah semua masalah mereka, maka kita berisiko secara tidak sengaja mendorong mereka menjadi tidak berdaya.

Orang lain justru bisa kehilangan perspektif mereka untuk dapat mendiagnosis dan mengatasi masalah mereka sendiri.

Sebagai contoh, ketika seseorang yang kita cintai datang kepada kita dengan suatu masalah, jangan langsung menawarkan bantuan atau saran.

Ingatkan diri bahwa kita dapat hadir untuk orang lain tanpa harus menyelamatkan mereka.

Sebaliknya, kita bisa menawarkan validasi yang menunjukkan bahwa kita memahami dan berempati kepada mereka, serta selalu ada untuk mereka kapan pun mereka perlu curhat.

3. Tahan keinginan untuk menolong sampai benar-benar diminta

Salah satu aspek paling kentara dari savior complex adalah keinginan besar untuk menolong, bahkan ketika tidak diinginkan atau diminta.

Menganggap orang lain tidak mampu menolong dirinya sendiri dapat mencerminkan atau dianggap sebagai sikap superioritas.

Sebaliknya, kita dapat menawarkan bantuan dengan cara-cara yang tidak terlalu menekan.

Misalnya, ajukan pertanyaan seperti, "Situasi ini tampaknya cukup sulit. Apakah ada cara yang bisa saya bantu?"

Ikuti panduan orang tersebut jika mereka meminta kita untuk membantu dengan cara tertentu, alih-alih berasumsi bahwa kita tahu yang terbaik.

Baca juga: Hati-hati, Kecanduan Menolong Picu Super Helper Syndrome, Apa Itu?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com