KOMPAS.com - Princess syndrome adalah kecenderungan perilaku seseorang yang membuatnya seakan hidup di negeri dongeng.
Perempuan yang mengalaminya menjadikan dirinya sebagai pusat segalanya, terobesi dengan penampilan fisik dan hanya fokus pada hal yang indah saja.
Hal ini juga memengaruhi karakter seseorang termasuk harga diri, relasinya dengan orang lain dan perasaan berdaya yang dimiliki.
Baca juga: Pengertian Princess Syndrome, Penyebab dan Ciri-cirinya
Princess syndrome memang bukan diagnosis medis resmi namun cukup banyak perempuan mengalaminya.
Dongeng, novel roman, film komedi romantis, iklan produk hingga konten media sosial cenderung menampilkan Kaum Hawa sebagai makhluk tidak berdaya butuh diselamatkan, dilayani, dan dipenuhi kebutuhannya.
Hal ini akhirnya membentuk citra diri yang negatif dan pola pikir yang ingin hidup bagaikan putri kerajaan.
Baca juga: Memilih Jenis Cerita Dongeng Sesuai Usia Anak
Tanpa disadari, orangtua juga kerap berperan membuat anak perempuannya tumbuh memiliki princess syndrome dalam dirinya.
Misalnya dengan membiarkan paparan narasi seksis itu atau hanya berfokus pada nilai fisik semata.
"Ajari dia cara mengatasi tekanan, dan mengembangkan harga diri yang positif, citra tubuh yang realistis, dan kemandirian," ujar Jennifer L. Hartstein, Psy.D., psikolog anak dan keluarga di New York.
Ia menyarankan para orangtua untuk mengajari anak nilai-nilai hidup yang lebih baik agar menjadi pribadi yang lebih positif dan berdaya.
Baca juga: 9 Cara Membangun Rasa Percaya Diri Anak Perempuan
Berikut sejumlah langkah yang dibagikannya, seperti dikutip daru Psychology Today.
Mulailah membantunya merumuskan pertanyaan tentang hal-hal yang dia inginkan seperti alasan mengidolakan artis tertentu atau alasan penampilan sangat penting baginya.
Bantu anak mengembangkan gagasannya sendiri tentang apa artinya menjadi kuat, mandiri, dan percaya diri, dan mencari hal serupa di media.
Baca juga: Membangun Rasa Percaya Diri Anak