Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Pembeli Soal Penutupan Perdagangan Pakaian Impor

Kompas.com - 21/03/2023, 14:24 WIB
M. Elgana Mubarokah,
Wisnubrata

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Para pembeli serta penikmat pakaian impor bekas menyayangkan adanya intruksi dari pemerintah pusat agar perdagangan pakaian impor bekas ditindak.

Fatimah Nur (28) warga asal Cirebon yang sengaja datang ke Pasar Cimol Gede Bage Kota Bandung, mengatakan pakaian bekas impor menjadi salah satu alternatif baginya untuk berbelanja pakaian.

Selain harganya yang miring, ia mengaku bisa mendapatkan barang-barang langka yang dicarinya.

"Kalau aku sih, nyarinya kaos-kaos gitu. Apalagi kaos yang film-film atau anime, kan kalau beli yang original mahal ya, enggak kekejar," kata dia, ditemui Selasa (21/3/2023).

Ia mengaku, berbelanja pakaian bekas impor cukup sering. Lantaran, sejak masa SMA dan kuliah sudah sering berbelanja ke tempat-tempat yang menjual pakaian bekas impor.

Soal gaya hidup thrifthing, Fatimah berpendapat tak menyalahi aturan. Sebab, kata dia, setiap orang punya selera sendiri untuk memilih fashion atau gaya berpakaian.

"Dulu kakak aku juga sama sering beli yang kaya gini. Kalau soal thrifthing aku mikirnya itu sih hak ya, karena aku rasa cukup lah dengan beli pakaian bekas aku bisa dapet kepuasan," ujarnya.

Selain kaos-kaos film dan anime. Fatimah mengaku kerap berburu brand-brand ternama asal luar negeri.

Hanya saja, untuk mendapatkan brand-brand ternama, kata dia, mesti jeli dalam memilih.

"Ya, kaos-kaos brand kaya Zoo York, Supreme, Volcom, atau ripcurl juga suka dapet, cuma harus ekstra nyarinya. Kebetulan aku suka kaos-kaos brand sport ekstrim juga," kata dia.

Baca juga: Simak, 9 Kesalahan yang Harus Dihindari Saat Thrifting

Salah satu tempat penjualan pakaian bekas impor di BandungKompas.com/M Elgana Mubarokah Salah satu tempat penjualan pakaian bekas impor di Bandung
Terkait larangan pemerintah untuk berhenti menggunakan pakaian bekas impor. Ia mengaku sudah mengetahuinya.

Fatimah berpendapat, baiknya pemerintah memberikan solusi, buat para pedagang pakaian bekas impor.

"Kalau mau diberhentikan, harus ada solusi juga, enggak harus tiba-tiba dibakar, dibuat aturannya, kan mereka juga cari rezeki," ujar dia.

Sementara Agi Zainudin Taufik (30) warga Margaasih yang juga penikmat pakaian bekas impor menyebut, ada kepuasan tersendiri ketika berbelanja pakaian bekas impor.

Semisal, kata Agi, ketika ingin mendapatkan kaos dengan brand tertentu dan rilisan tahun lama. Ia mesti berkeliling dari satu pusat penjual pakaian bekas impor ke lokasi yang lainnya.

"Buat saya sih kepuasan tersendiri yah, saya mesti detail nyari dan bertanya, sampai kadang di online juga saya cari, itu sih puas," terangnya.

Soal harga, Agi mengaku tidak melulu pakaian bekas impor bisa dikatakan murah. Seperti dirinya yang lebih menitik beratkan rilisan tahun pada kaos tertentu.

"Kalau dibilang murah sih enggak juga, tapi ada lah yang miring. Kalau saya kan cari rilisan tahunnya, tahun tua itu kadang harganya lumayan juga," ungkap dia.

Agi mengaku banyak mencari kaos-kaos rilisan lama. Baik itu kaos film, band atau kaos brand ternama.

"Betul, saya sukanya kaos band sih karena di kaos band rilisan tahun sangat diperhitungkan," terangnya.

Terkadang, lanjut Agi membeli pakaian bekas impor juga mendapatkan penghasilan baginya.

Agi mengatakan tak sedikit, rekan atau kawannya yang sesama penyuka Thrifting bertukar informasi terkait pakaian band, lokasi atau harga.

"Ada banyak keuntungan, pengetahuan juga saya dapet, terus kalau misalnya ada temen yang tertarik dengan barang yang saya dapet kalau harganya cocok ya saya jual, saya dapet keuntungan juga," jelas Agi.

Salah satu pembeli toko thrifting milik Miftakhu Khafid (26), pemuda asal Kecamatan Bener Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.KOMPAS.com/BAYU APRILIANO Salah satu pembeli toko thrifting milik Miftakhu Khafid (26), pemuda asal Kecamatan Bener Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
Ditanya terkait larangan penjualan pakaian impor, Agi menilai sah-sah saja pemerintah mengeluarkan aturan tersebut.

Hanya saja, ia justru heran mengapa aturan tersebut baru dikeluarkan baru-baru ini.

"Itu mah kalau menurut saya hak nya pemerintah, tapi kok aneh aja baru dikeluarin sekarang, kemarin-kemarin kemana aja ?" katanya.

Tak sampai disitu, Agi menilai perlu ada alternatif bagi para pedagang pakaian impor untuk melanjutkan kehidupannya.

"Harus dong solusi, biar fair gitu. Misalnya diganti dengan pakaian lokal maksudnya jualannya ganti dengan pakaian lokal atau merk lokal, nah pemerintah yang mendistribusikannya. Jangan tiba-tiba ditindak tapi enggak ada solusi konkret," ujar dia.

Soal pakaian bekas impor yang membawa penyakit. Agi berpendapat, setiap pedagang punya cara sendiri untuk bisa lebih higienis.

Ia meyakini, selama membeli pakaian bekas impor enggak pernah terserang penyakit.

"Kalau ada penyakit atau bawa penyakit, sejauh ini saya alhamdulilah aman. Pasti dicuci dulu dong sama pedagangnya, atau punya cara gimana gitu," tambahnya.

Baik Fatimah dan Agi mengaku, tidak keberatan jika harus beralih ke brand-brand lokal seperti yang diintruksikan pemerintah.

"Kalau saya sih enggak jadi soal, toh selama masih layak dan kualitas pakaian lokal bagus kenapa enggak, hanya itu tadi bagusnya pedagang pakaian bekas itu bisa dikasih solusi," ungkap Agi.

Baca juga: Tren Thrifting Shop, Trik Fashionable Sekaligus Peduli Lingkungan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com