Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Taufan Teguh Akbari
Dosen

Pengamat dan praktisi kepemudaan, komunikasi, kepemimpinan & komunitas. Saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Rektor 3 IKB LSPR, Head of LSPR Leadership Centre, Chairman Millennial Berdaya Nusantara Foundation (Rumah Millennials), Pengurus Pusat Indonesia Forum & Konsultan SSS Communications.

Urgensi Praktik Kepemimpinan Berbasis Data

Kompas.com - 28/03/2023, 08:57 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Mengapa demikian? Keith Ferrazi, penulis buku best-selling, pelatih eksekutif, dan pendiri Ferrazi Greenlight mengatakan, kepemimpinan data harus turun ke bawah, mendengarkan keluhan dan permasalahan anggotanya.

Kepemimpinan data adalah soal terhubung dengan kolega, mengembangkan dan mengeksekusi visi bersama, membangun tujuan bersama dan metrik kesuksesan, serta menggapai tujuan strategis bersama.

Sadun, et al (2022), melakukan penelitian untuk melihat tren kemampuan apa yang dibutuhkan untuk mengisi CEO. Hasil riset mereka menunjukkan bahwa selama tahun 2000 - 2017 ada perubahan tren, yaitu seorang CEO harus memiliki kemampuan sosial yang sangat baik.

Semua keluhan dan permasalahan anggota sebenarnya juga sebuah data, baik itu sifatnya kuantitatif maupun kualitatif. Permasalahan anggota adalah data yang dapat diolah untuk bisa menyelesaikan permasalahan di organisasi.

Dalam perspektif analisa data, mengetahui permasalahan yang dihadapi anggota akan membuat pemimpin bisa mengambil keputusan dengan lebih cepat dan tepat. Untuk mengulik permasalahan anggota, kemampuan sosial (membaca karakter, memposisikan diri, komunikasi yang dinamis) menjadi angat penting.

Itu berarti, kita kembali lagi ke esensi kepemimpinan, yakni bagaimana terhubung dengan anggota agar mampu memimpin dengan efektif serta menyelesaikan permasalahan. Kemampuan ini juga sangat dibutuhkan organisasi.

Berdasarkan survei McKinsey tahun 2021, memimpin dan mengelola manusia serta berpikir kritis dan mengambil keputusan merupakan dua kemampuan yang sangat dibutuhkan. Kemudian, pemimpin harus membentuk budaya data-driven yang solid.

Pemimpin bisa membuat kebijakan di mana anggotanya diharuskan berbicara berdasarkan data. Data yang dipaparkan bisa dalam bentuk kualitatif maupun kuantitatif. Pembiasaan ini akan meningkatkan daya berpikir analitis, kritis, dan kreatif.

Ketika mindset tentang literasi data ini sudah terbentuk, pemimpin perlu melatih anggotanya untuk mengoperasikan tools yang dibutuhkan. Di Indonesia, kemampuan ini sangat dibutuhkan oleh anggota karena termasuk dalam skill digital yang esensial. Sayangnya, ada gap antara keinginan dan realisasi. Hal ini terjadi di Indonesia.

Berdasarkan survei Amazon Web Service (AWS) dan AlphaBeta, 99 persen perusahaan membutuhkan pelatihan digital, tetapi hanya 36 persen perusahaan yang sudah menyediakannya.

Padahal kemampuan berbasis data dan digital sangat dibutuhkan. Berkaca dari fakta ini, pemimpin data bisa melakukan kolaborasi dengan perusahaan yang memang sudah terbiasa menyediakan pelatihan. Ini investasi yang sifatnya jangka panjang dan mungkin akan terlihat dalam beberapa waktu ke depan.

Namun, hal itu harus dilakukan agar organisasi memiliki modal manusia yang mumpuni dan membuat organisasi bisa melesat jauh.

Kesimpulannya, organisasi membutuhkan kepemimpinan data yang mampu melihat vitalnya kemampuan literasi data. Tanpa kepemimpinan ini, organisasi mungkin akan terhambat kemajuannya, terlebih dengan semakin banyaknya data yang bisa diolah.

Peneliti MIT, Miro Kazakoff mengatakan, “In a world of more data, the companies with more data-literate people are the ones that are going to win.”

Karena itu, kepemimpinan data perlu melakukan perubahan secara menyeluruh, khususnya dalam hal pola pikir dan budaya. Literasi data adalah tentang pembiasaan. Budaya dan pola pikir yang menjadi corong utama. Ketika dua hal ini sudah dimiliki, perlahan organisasi bisa memberikan pelatihan yang dibutuhkan agar mereka bisa mengolah, memproses, dan menganalisa data dengan maksimal.

Saya berkeyakinan, berbagai organisasi dan perusahaan di Indonesia saat ini sedang mengembangkan talenta pemimpin yang memiliki literasi data yang kuat untuk mendukung keberlanjutan bisnisnya agar lebih efektif dan efisien. Kita perlu mendukung berbagai upaya baik para stakeholder agar makin banyak pemimpin bijaksana yang berbasis data bermunculan di banyak organisasi.

"The real data revolution is not about big data. It's about having the right data at the right time to make the right decisions." - Dan Ariely

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com