Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/03/2023, 13:17 WIB
Sekar Langit Nariswari

Penulis

KOMPAS.com - Isu korupsi membanjiri pemberitaan dan media sosial beberapa waktu belakangan.

Diawali dengan aksi kekerasan Mario Dandy yang menguak perilaku flexing keluarga sejumlah pejabat hingga berujung pada tuduhan korupsi.

Baca juga: Mendadak Miskin Usai Flexing Terkuak

Maklum saja, kita pasti sulit percaya jika seorang pejabat pemerintah mampu membiayai istrinya untuk memiliki deretan tas mewah dan gaya hidup kelas atas lainnya.

Korupsi, menular atau diwariskan?

Dari sudut pandang psikologis, riset tahun 2019 membuktikan bahwa korupsi adalah hal yang menular berdasarkan data yang diambil selama puluhan tahun.

Psikolog setuju bahwa secara universal, korupsi sangat menular, meskipun ada perbedaan norma budaya seputar perilaku korup.

"Hanya menyaksikan korupsi dilakukan oleh orang lain membuat orang lebih korup dan begitu dimulai, sulit untuk dihentikan," jelas Debbie Peterson, pakar komunikasi, dikutip dari Psychology Today.

Baca juga: Berita soal Korupsi dan Demonstrasi Buat Masyarakat Stres

Penularan bisa terjadi ketika seseorang mulai melakukan praktik penyimpangan yang sangat kecil namun tidak dikritik.

Akibatnya, perilaku tidak jujur itu menjadi standar untuk apa yang diperbolehkan.

"Ini semua tentang apa yang terjadi di benak pengamat," urai Peterson.

Meskipun banyak orang mungkin berpikir bahwa ada sesuatu yang salah, mereka tidak mengatakannya jika merasa tidak aman dengan posisinya atau lebih rendah dalam hierarki.

Ada juga yang tidak mengungkapnya karena tidak menyaksikannya dan menyimpulkan bahwa karena tidak ada yang menentangnya maka tindakan korupsi itu dapat diterima.

Mereka kemudian merasionalisasi bahwa tindakan tersebut lebih normal dan lebih etis dari yang diperkirakan sebelumnya.

Baca juga: Kabareskrim Nilai Sanksi Sosial Bisa Cegah Perilaku Korupsi

Ketika tindakan berikutnya yang sedikit lebih tidak etis muncul, itu ditimbang dengan tolok ukur praktik masa lalu.

Ilustrasi pungli, korupsi, OTT.SHUTTERSTOCK/ATSTOCK PRODUCTIONS Ilustrasi pungli, korupsi, OTT.

Dalam riset tahun 2004, Tenbrunsel dan Messick menyebutnya  sebagai mekanisme induksi.

"Jika praktik masa lalu itu etis dan dapat diterima, maka praktik yang serupa dan tidak terlalu berbeda juga dapat diterima," ujar penelitian tersebut.

Dengan cara ini, sedikit demi sedikit, sebuah kolektif tergelincir ke dalam perilaku korupsi.

Langkah-langkah kecil dari waktu ke waktu dapat berkembang sangat lambat sehingga tidak ada yang menyadari tindakan selanjutnya yang berlipat ganda atau lebih ekstrim.

"Beginilah cara orang-orang yang tidak dianggap jahat dijangkiti korupsi," tandas Peterson.

Para ekonom dan psikolog perilaku mengatakan bahwa perilaku korupsi sangat menular sehingga orang-orang yang melihat tindakan curang itu akhirnya buat dengan hal yang benar.

Baca juga: Orang yang Dengarkan Suara Hati Jarang Berbuat Curang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com